Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelangkaan Air Jadi Masalah Terbesar Abad Ini

Kompas.com - 21/02/2025, 17:45 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber ecowatch

KOMPAS.com - Permintaan air yang lebih besar daripada ketersediaannya mengakibatkan kelangkaan sumber daya penting di Bumi, menjadikannya sebagai salah satu problem terbesar abad ini.

Penyebab adanya kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan itu tak lain adalah iklim dunia yang terus menghangat.

Temuan tersebut terungkap dalam sebuah analisis baru yang dilakukan oleh Lorenzo Rosa, peneliti utama di Carnegie Institution of Science bersama Matteo Sangiorgio, peneliti di Polytechnic University of Milan di Italia.

"Kelangkaan air adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia abad ini," kata Rosa dalam keterangan resminya sebagaiman dikutip dari Ecowatch, Jumat (21/2/205).

"Sekitar 4 miliar orang tinggal dan sekitar setengah dari pertanian irigasi dunia berada di wilayah yang mengalami kelangkaan air setidaknya selama satu bulan setiap tahun,” paparnya lagi.

Baca juga:

Seperti dikutip dari Eco Watch, Jumat (21/2/2025) kehidupan di Bumi tidak dapat hidup tanpa air. Air diperlukan untuk kesehatan manusia, ketahanan pangan dan energi, ketahanan lingkungan, pembangunan ekonomi, dan berbagai macam aktivitas manusia.

Meskipun sangat penting, di banyak tempat di planet kita, permintaan air melebihi pasokan yang tersedia.

Ketika konsumsi air lebih besar daripada ketersediaan air alami setiap saat selama sebulan, hal itu disebut sebagai "kesenjangan air."

Seiring dengan waktu, penggunaan yang tak berkelanjutan juga dapat menyebabkan sungai, danau, akuifer, air tanah, dan cadangan air alami lainnya terkuras.

"Kesenjangan air sudah menjadi masalah bagi masyarakat di seluruh dunia, yang mengakibatkan pasokan air yang tidak memadai atau kerusakan lingkungan," jelas Rosa.

Pertumbuhan kota, polusi, penggunaan air untuk industri serta irigasi yang meningkat akan memperburuk kesenjangan air.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan perubahan iklim yang semakin mengganggu pola presipitasi serta mengubah siklus air.

"Kita harus mampu menyeimbangkan ketahanan lingkungan dan kebutuhan air yang terus meningkat di dunia yang memanas dengan populasi yang terus bertambah,” tegas Rosa.

Dalam studi ini peneliti mengukur kesenjangan air untuk skenario di bawah garis dasar, pemanasan 1,5 dan 3 derajat Celsius, dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti berkurangnya air permukaan dan air tanah serta kebutuhan air untuk ekosistem perairan.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa sudah ada hampir 458 miliar meter kubik kesenjangan air setiap tahunnya.

Kesenjangan air diperkirakan akan tumbuh sebesar 6 persen di bawah skenario pemanasan 1,5 derajat Celsius dan sebesar 15 persen jika planet ini menghangat sebesar 3 derajat Celsius.

"Peningkatan kesenjangan air yang relatif kecil dapat memberi tekanan pada ekosistem dan menyebabkan kekurangan yang parah untuk penggunaan pertanian, yang mengakibatkan kerawanan pangan,” kata Rosa.

Baca juga: Ribuan Serpihan Plastik Berukuran Nano Ditemukan di Air Minum Kemasan

Peneliti pun mendesak untuk melakukan upaya pengelolaan air untuk mengatasi kesenjangan pasokan antara pasokan dan permintaan itu.

Pilihan yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola sumber daya air dan pembuat undang-undang adalah meningkatkan persediaan air dengan berinvestasi pada infrastruktur yang tangguh, pengolahan limbah, desalinasi air laut, dan mendatangkan air dari daerah lain.

Sementara petani dapat bersiap menghadapi potensi kelangkaan air dengan menanam tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak air sekaligus berinvestasi pada teknologi irigasi yang lebih efisien.

"Kelangkaan air dapat memengaruhi seluruh wilayah namun konsekuensi paling parah ditanggung oleh populasi paling rentan dan miskin," tulis peneliti dalam studinya.

"Pemanasan global juga akan membuat keseimbangan antara pasokan dan permintaan air makin rapuh. Akibatnya, banyak daerah mengalami kesenjangan air yang mengancam pembangunan ekonomi dan kesehatan ekosistem perairan," tambah peneliti.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau