KOMPAS.com - Hasil studi dari Universitas Colombia dan Universitas Rutgers di Amerika Serikat menemukan rata-rata ada sekitar 240.000 serpihan plastik dalam satu liter air minum kemasan standar yang biasa kita minum.
Peneliti mencatat dari jumlah tersebut 90 persennya di antaranya adalah nanoplastik--plastik dengan ukuran lebih kecil dari satu mikrometer.
Temuan ini didapat setelah para peneliti menguji tiga merek air minum kemasan yang tak disebutkan namanya.
"Ini jauh lebih banyak daripada kelimpahan mikroplastik yang dilaporkan sebelumnya dalam air minum kemasan," catat makalah yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences tahun lalu.
Mengutip ABC News, Senin (17/2/2025) Phoebe Stapleton, profesor farmakologi dan toksikologi di Universitas Rutgers dan salah satu penulis studi baru tersebut, mengatakan bahwa para ilmuwan telah mengetahui bahwa nanoplastik ada di dalam air.
Baca juga:
"Tetapi jika Anda tidak dapat mengukurnya atau tidak dapat melihatnya secara visual, sulit untuk mempercayai bahwa nanoplastik benar-benar ada di sana," katanya.
Hasil studi ini pun menurutnya dapat membantu penelitian di masa depan dan mengidentifikasi sejauh mana konsumsi nanoplastik dapat menimbulkan ancaman kesehatan bagi manusia.
Menanggapi hasil studi, Asosiasi Air Minum Kemasan Internasional (IBWA) mengatakan bahwa tidak ada metode standar dan tidak ada konsensus ilmiah tentang potensi dampak kesehatan dari partikel nano dan mikroplastik.
Mereka juga menambahkan laporan media tentang partikel dalam air minum tidak lebih dari sekedar menakut-nakuti konsumen.
Meski dapat sanggahan dari IBWA, tentu saja tetap ada pertanyaan, apakah nanoplastik itu berbahaya bagi manusia?
Melansir Medical News Today, tidak sepenuhnya pasti risiko apa yang mungkin timbul dari mengonsumsi partikel plastik.
Namun penelitian menunjukkan adanya alasan untuk khawatir.
Dr. Sara Benedé, dari Institut Riset Ilmu Pangan Dewan Riset Nasional Spanyol, yang tidak terlibat dalam penelitian menjelaskannya.
"Partikel plastik ini dapat menyebabkan cedera fisik dengan merusak, misalnya usus saat mengonsumsi makanan yang terkontaminasi atau paru-paru saat kita menghirupnya," katanya.
Sederhananya, potensi bahaya ini terjadi saat plastik bergesekan dengan jaringan.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya