Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Ancam Gagalkan Perjuangan Lawan Krisis Iklim

Kompas.com - 21/02/2025, 18:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lembaga pengawas korupsi Transparency International memperingatkan korupsi bisa membuat perjuangan melawan krisis iklim semakin jauh.

Pasalnya, korupsi dapat menghalangi tindakan iklim yang efektif dengan menghalangi penerapan kebijakan yang ambisius.

Hal tersebut terungkap dalam laporan "Corruption Perceptions Index (CPI) 2024" yang dipublikasikan di laman resmi Transparency International pada 11 Februari 2025, mengungkapkan sejumlah temuan.

Baca juga:

"Kekuatan yang korup tidak hanya membentuk tetapi sering kali mendikte kebijakan dan membongkar pengawasan dan keseimbangan," kata CEO Transparency International Maira Martini dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNA, Jumat (21/2/2025).

Ia mengatakan harus segera mengakhiri korupsi sebelum sepenuhnya menggagalkan aksi iklim yang berarti.

CPI sendiri menyoroti bagaimana korupsi dapat menyebabkan dana yang diperuntukkan untuk mengatasi pemanasan global dialihkan ke tujuan lain dan melemahkan penerapan peraturan lingkungan di negara-negara dunia.

Apalagi, melansir laman resmi Transparency International, sebagian besar negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim mendapat skor di bawah 50.

CPI memberi peringkat 180 negara dan teritori berdasarkan tingkat korupsi sektor publik pada skala nol (sangat korup) hingga 100 (bersih dari korupsi).

Dari penilaian tersebut CPI mencatat skor negara rentan perubahan iklim, seperti Afrika Selatan (41), Vietnam (40), dan Indonesia (37).

Sementara negara-negara yang menderita dampak terburuk krisis iklim skornya lebih rendah lagi, termasuk Sudan Selatan (8), Somalia (9), dan Venezuela (10).

Menariknya, laporan menunjukkan pula bahwa banyak negara yang terlibat dalam aksi iklim, baik sebagai tuan rumah KTT iklim PBB memiliki skor korupsi yang buruk atau lebih buruk dari sebelumnya.

Brasil misalnya, tuan rumah perundingan iklim COP 30 PBB tahun ini, menerima skor 34.

Sementara penyelenggara pertemuan puncak untuk aksi iklim internasional, Azerbaijan, hanya mendapatkan skor 22.

Uni Emirat Arab yang memimpin COP pada 2023 mendapatkan skor relatif lebih baik, yaitu 68.

Baca juga:

Laporan ini juga menyoroti penurunan skor di negara-negara kaya yang sering ambil peran utama dalam perundingan, termasuk Kanada (75), Selandia Baru (83), dan Amerika Serikat (65).

"Negara-negara tersebut memegang tanggung jawab terbesar untuk memimpin tujuan iklim yang ambisius, mengurangi emisi dalam skala besar, dan membangun ketahanan di seluruh dunia," tulis laporan.

Laporan menggaris bawahi pula orang-orang yang terpinggirkan biasanya memiliki lebih sedikit pilihan untuk beradaptasi dengan cuaca ekstrem dan polusi, sehingga mereka sangat membutuhkan dukungan pemerintah.

Salah satu solusinya adalah memiliki "metrik dan kerangka kerja yang lebih baik untuk transparansi dan akuntabilitas iklim" guna melacak kemajuan dengan lebih baik dan memastikan dana digunakan dengan benar.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Unhans dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhans dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

LSM/Figur
Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemerintah
KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

Swasta
Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Pemerintah
Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

LSM/Figur
Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

LSM/Figur
Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau