KOMPAS.com - Para peneliti terus berupaya menemukan sumber energi bersih baru yang membantu kita beralih dari penggunaan bahan bakar fosil.
Kini dengan menggunakan simulasi canggih, tim peneliti di Jerman mengungkapkan telah menemukan cadangan besar gas hidrogen (H2) yang diproduksi oleh batuan berusia jutaan tahun dan tersembunyi di pegunungan.
Sebagai sumber daya, hidrogen lebih berkelanjutan daripada bahan bakar fosil yang melepaskan gas rumah kaca dan menyebabkan perubahan iklim.
Sedangkan H2 dengan sendirinya menghasilkan air, bukan gas rumah kaca.
Namun, masalahnya adalah produksi H2 tidak bisa dilakukan sendiri. Saat ini, produksi hidrogen sintetis sering kali memerlukan penggunaan bahan bakar fosil.
Proses geologi dapat menghasilkan hidrogen alami, tetapi lokasi cadangan besar yang dapat diakses masih belum pasti.
Baca juga:
Nah, penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances ini harapannya bisa menjadi solusi.
"Kita mungkin berada di titik balik untuk eksplorasi H2 alami. Dengan demikian kita dapat menyaksikan lahirnya industri hidrogen alami yang baru," kata Dr Frank Zwaan, penulis utama studi ini dari GFZ Helmholtz Centre for Geosciences, di Jerman.
Mengutip dari Science Focus, Senin (24/2/2025) dalam studinya, tim peneliti menggunakan simulasi proses tektonik lempeng untuk menemukan cadangan H2 yang sangat besar.
Hidrogen alami dapat dihasilkan dengan beberapa cara misalnya, melalui bakteri yang mengubah bahan organik, atau molekul air yang terbelah akibat radioaktivitas di kerak bumi.
Tetapi metode alami yang paling menjanjikan untuk produksi skala besar adalah melalui proses geologi yang dikenal dengan ‘serpentinisation’, proses di mana batuan dari dalam mantel bumi bereaksi dengan air.
Pada dasarnya, mineral-mineral dalam batuan mengalami transformasi kimia dan membentuk mineral baru serta melepaskan gas H2 dalam prosesnya.
Peneliti kemudian berpikir ketika batuan-batuan ini ditemukan di dekat permukaan Bumi, itu dapat menciptakan zona-zona kaya hidrogen dalam skala besar.
Ada dua proses yang membuat batuan itu bisa naik ke permukaan.
Pertama, saat benua-benua terpecah sehingga memungkinkan mantel naik dan pembentukan pegunungan yang mendorong batuan mantel ke permukaan.
Ketika para peneliti memodelkan kedua proses tersebut, mereka menemukan bahwa pembentukan gunung menciptakan kondisi terbaik untuk ‘serpentinisation’.
Baca juga:
Peneliti berpikir bahwa lingkungan pegunungan yang dingin, dikombinasikan dengan peningkatan sirkulasi air, dapat menciptakan peningkatan volume hidrogen.
Faktanya, simulasi mereka menunjukkan bahwa batuan yang muncul melalui pembentukan gunung menjanjikan kapasitas hidrogen 20 kali lebih banyak daripada yang didorong ke permukaan melalui retakan benua.
Peneliti juga menemukan indikasi pembentukan hidrogen alami di pegunungan termasuk Pyrenees, Pegunungan Alpen Eropa, dan Balkan.
Para ilmuwan di balik studi baru ini berharap temuan mereka akan mendorong eksplorasi lebih lanjut untuk H2 alami di wilayah pegunungan tersebut dan wilayah pegunungan lainnya.
“Mengingat peluang ekonomi yang terkait dengan H2 alami, sekarang adalah saatnya untuk melangkah lebih jauh dan juga menyelidiki jalur migrasi hidrogen dan ekosistem mikroba yang mengonsumsi hidrogen untuk lebih memahami di mana reservoir H2 potensial sebenarnya dapat terbentuk,” tambah Prof Sascha Brune, Kepala Bagian Pemodelan Geodinamik di GFZ.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya