JAKARTA, KOMPAS.com - WWF Indonesia mencatat, ada 11 bank di dalam negeri yang mulai mengembangkan green finance atau keuangan hijau untuk mendukung tujuan lingkungan berkelanjutan.
Sustainable Finance Lead WWF Indonesia, Rizkia Sari Yudawinata, mengatakan bahwa angka tersebut didapatkan setelah pihaknya melakukan asesmen terhadap bank BUMN, bank daerah, hingga bank syariah.
"Di Indonesia sendiri sudah ada 72 persen dari bank yang kami evaluasi, yakni 11 bank itu telah mengembangkan green financial products. Rinciannya ada yang punya link loan, supply chain finance, green mortgage, dan financing untuk renewable energy," ujar Rizkia dalam acara 2025 Sustainable Finance Update di Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
Lembaga keuangan ini turut mengembangkan produk yang mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di sisi lain, berdasarkan laporan Sustainable Banking Assessment (Susba) 2023 WWF melaporkan baru empat yang memiliki komitmen untuk mencapai net-zero.
Rizkia menyebut, WWF telah menyusun sejumlah rekomendasi agar bank bisa menerapkan perbankan berkelanjutan.
Pertama, bank harus menyesuaikan tujuan bisnisnya termasuk memperluas jejaring dengan pihak yang memahami isu keberlanjutan.
"Kedua adalah kebijakan, ketika memang sudah mempunyai strategi, sudah punya visi, misi tentu ini perlu diartikulasikan ke dalam kebijakannya sebagai salah satu indikator efektivitas kebijakannya. Sehingga mereka tahu bagaimana menavigasikan nasabah atau kliennya," jelas dia.
Kemudian, bank harus memperhatikan manajemen risiko, unit bisnis hingga kerja sama lintas divisi untuk meningkatkan kapasitas. Lainnya, mengembangkan produk yang searah dengan target keberlanjutan dan melakukan manajemen risiko terkait iklim dan alam.
"Di tahap implementasi, mereka mulai mengembangkan kebijakan-kebijakannya. Selanjutnya adalah increasing impact, di mana mereka sudah mulai proaktif untuk menjangkau kliennya," papar Rizkia.
Baca juga: Lembaga Keuangan Diminta Setop Pembiayaan Wacana Ekspansi Batu Bara
Terakhir, bank perlu berkomitmen mencapai target net zero. Menurut Rizkia, hampir seluruh bank-bank di negara ASEAN dan Asia Timur, yaitu Jepang dan Korea Selatan, melebihi 85 persen dari kriteria Susba.
Susba merupakan penilaian komprehensif terkait integrasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola/environmental, social, and governance (ESG) terhadap bank di negara-negara ASEAN dan 10 bank besar di Jepang serta Korea Selatan.
"Dari sisi tingkat implementasi juga rata-rata perbankan sudah mulai. Perbankan di negara-negara tentu sudah mencapai lebih dari 50 persen termasuk di Indonesia. Biasanya kebanyakan punya di (industri) sawit, forestry, ataupun energi," tutur dia.
Dalam kesempatan tersebut, Rizkia juga menyingung soal pentingnya keuangan berkelanjutan bagi lembaga keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan keuangan berkelanjutan sebagai
Ekosistem yang mencakup kebijakan, regulasi, produk, transaksi, dan jasa keuangan yang menyelaraskan kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial.
OJK bersama Kementerian Lingkungan Hidup meluncurkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan pada tahun 2014 yang berfokus pada pengintegrasian faktor-faktor ESG dalam sektor perbankan dan lembaga keuangan non bank.
"Peran sektor keuangan berkelanjutan dapat dilihat juga pada kebutuhan pembiayaan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar Rp 122.000 triliun untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," terang Rizkia.
Baca juga: Halal dan Tayib, Keuangan Syariah Jadi Solusi Pembiayaan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya