Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Makin Tinggi, Ilmuwan Kembangkan Aluminium Berkelanjutan

Kompas.com, 26 Februari 2025, 18:36 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aluminium merupakan logam kedua terbanyak diproduksi setelah baja dan digunakan untuk segala hal mulai dari pesawat canggih hingga peralatan dapur.

Sayangnya, proses pembuatan aluminium tidak sepenuhnya ramah lingkungan.

Ini karena pembuatan aluminium menghasilkan banyak produk sampingan limbah, termasuk ion aluminium itu sendiri.

Pabrik aluminium tradisional diperkirakan menghasilkan 2800 ton limbah setiap tahun.

Para ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat berharap dapat mengurangi limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses peleburan aluminium tersebut.

Baca juga: Unhas dan UICI Kerja Sama Budidaya Padi Ramah Lingkungan

Untuk itu, dikutip dari Popular Mechanics, Rabu (26/2/2025), mereka mengembangkan teknik nanofiltrasi baru yang menggunakan membran canggih untuk menangkap hingga 99 persen ion aluminum dalam aliran limbah.

Teknik tersebut sebelumnya telah digunakan untuk desalinasi air laut dan aliran air limbah lainnya, tetapi peneliti menemukan bahwa nanofiltrasi ternyata dapat memberikan manfaat besar bagi industri aluminium.

Cara Kerja

Produksi aluminium dimulai dengan bijih bauksit yang kaya logam. Setelah serangkaian reaksi kimia, zat bubuk yang dikenal sebagai alumina dikirim ke kilang.

Setelah dituangkan ke dalam tong elektrolisis yang berisi kriolit cair (natrium aluminium fluorida), arus listrik memecah alumina menjadi atom aluminium dan oksigen.

Namun dalam proses produksi aluminium, pelarut kriolit menjadi kotor dan menghasilkan limbah berupa lumpur yang mengandung aluminium. Dan sinilah sistem nanofiltrasi mulai bekerja.

Membran ini secara selektif menangkap ion aluminium berkat muatan positif elemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan elemen lain seperti natrium. Membran pun dapat menangkap 99,5 persen dari ion aluminium.

Baca juga: Plana Gunakan Mesin Ramah Lingkungan untuk Produksi Material Pengganti Kayu

Terobosan ini muncul pada saat yang penting ketika produksi aluminium diperkirakan akan meningkat 40 persen di seluruh dunia pada akhir dekade ini karena transisi energi hijau, industri luar angkasa, dan meningkatnya permintaan akan produk teknologi.

“Teknologi membran ini tidak hanya mengurangi limbah berbahaya tetapi juga memungkinkan ekonomi sirkular untuk aluminium dengan mengurangi kebutuhan akan penambangan baru,” kata John Lienhard, ketua peneliti studi ini.

“Ini menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengatasi masalah lingkungan sekaligus memenuhi permintaan aluminium yang terus meningkat,” tambahnya.

Terobosan ini dipublikasikan dalam jurnal ACS Sustainable Chemistry and Engineering.

Baca juga: Garudafood Luncurkan Program Biokonversi Maggot untuk Pengolahan Sampah Berkelanjutan di Depok

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau