Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Laut dan Awan, Indonesia Masih Aman dari Gelombang Panas

Kompas.com - 25/05/2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wilayah yang tidak tertutupi oleh awan lebih berpotensi terkena gelombang panas atau heatwave.

Profesor Riset Bidang Meteorologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan menyampaikan, kawasan yang terpapar gelombang panas umumnya didominasi daratan, seperti India, Thailand, Brazil, dan negara-negara di Afrika.

Berbeda dengan negara-negara tersebut, Indonesia dianugerahi langit yang berawan hampir setiap hari.

Baca juga: Sungai-sungai di Alaska Berubah Kecokelatan karena Perubahan Iklim

Tak hanya itu, dua pertiga kawasan Indonesia adalah laut. Kondisi geografis inilah yang membantu Indonesia terhindar dari gelombang panas ekstrem.

"Indonesia adalah kawasan yang dua pertiganya didominasi oleh lautan, dan sepertiganya daratan. Di mana sifat laut adalah lambat menerima panas dan mengeluarkan panas,
sedangkan daratan itu lebih cepat menerima dan mengeluarkan panas," ujar Eddy, dalam Youtube BRIN yang dipantau Jumat (24/5/2024). 

Dampak "heatwave"

Musim panas dapat menyebabkan suhu meningkat drastis, sehingga berdampak terhadap kesehatan, lingkungan, dan aktivitas sehari-hari manusia.

Menurut Eddy, masyarakat Indonesia masih akan menghadapi cuaca panas hingga pertengahan tahun. 

Adapun khusus di kawasan barat Indonesia dan kawasan Pantai Utara pulau Jawa, awal terjadinya kondisi panas dimulai sejak April lalu, dan terus merangkak hingga mencapai puncak di juli 2024. 

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Perekonomian Dunia Lebih Buruk Dibandingkan Perkiraan Sebelumnya

Diperkirakan kondisi panas ini akan terus berlanjut, khususnya pada kawasan Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Jawa Timur, dan beberapa wilayah lainnya.

"Di kawasan barat Indonesia, itu mengindikasikan adanya kenaikan mulai dari bulan kemarin, mulai merangkak hingga mencapai puncaknya sekitar bulan Juli atau Agustus 2024," ujar Eddy. 

Sementara itu, Indonesia bagian timur tidak terlalu terlihat menunjukkan tren cuaca panas karena cenderung menuju ke arah fase normal atau netral.

Tips hadapi cuaca panas

Eddy menyampaikan beberapa tips saat menghadapi cuaca panas. Pertama, agar memberikan asupan air yang cukup bagi tubuh. Kedua, hindari minum air dingin karena perubahan suhu yang drastis akan mengganggu kesehatan. 

Ketiga, untuk daerah atau sentra pangan, debit air mungkin akan berkurang tapi tidak akan permanen. Sehingga sebaiknya masyarakat lokal dapat mempersiapkan diri. 

Baca juga: Gelombang Panas di Filipina Tak Mungkin Terjadi Tanpa Krisis Iklim

Keempat, usahakan tidak berhadapan langsung dengan matahari. Sebaiknya hindari menatap matahari pada saat siang hari bolong, karena sinar UV sangat kuat. 

"Masyarakat diharap tidak panik karena memang kawasan kita relatif aman dari serangan gelombang panas. Kedua, kajian ilmiah harus lebih mendalam, misalnya menggunakan berupa remote sensing untuk melihat titik-titik panas yang tersebar saat itu berada di mana, dan membuat prediksi kira-kira kapan mencapai puncaknya untuk Indonesia," pungkas dia. 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan

COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan

Swasta
Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Pemerintah
Desa Sejahtera Astra Boja Farm Berhasil Ekspor Hasil Pertanian Organik

Desa Sejahtera Astra Boja Farm Berhasil Ekspor Hasil Pertanian Organik

Pemerintah
Desa Sejahtera Astra, Dukung Ekonomi Masyarakat yang Ramah Lingkungan

Desa Sejahtera Astra, Dukung Ekonomi Masyarakat yang Ramah Lingkungan

Swasta
Australia Berpotensi Jadi Pemimpin Dunia dalam Industri Besi Hijau

Australia Berpotensi Jadi Pemimpin Dunia dalam Industri Besi Hijau

Pemerintah
COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

LSM/Figur
Di Forum Dunia, Petani Gurem Dapat Perhatian Serius

Di Forum Dunia, Petani Gurem Dapat Perhatian Serius

LSM/Figur
Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

LSM/Figur
Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Pemerintah
Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

LSM/Figur
Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Pemerintah
Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

LSM/Figur
Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Pemerintah
42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

Pemerintah
Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau