KOMPAS.com - Survei baru yang dirilis Economist Impact menemukan lebih dari 40 persen eksekutif senior memprioritaskan faktor ESG saat melamar pekerjaan dibandingkan rekan-rekan mereka yang lebih junior.
Kesimpulan itu berdasarkan survei terhadap 630 karyawan dari perusahaan kecil, menengah, besar dan global di pusat keuangan di London, New York, Singapura, Sydney, dan Tokyo.
Seperti dikutip dari ESG Today, Kamis (6/3/2025) dalam laporan tersebut, 41 persen eksekutif senior yang disurvei mempertimbangkan reputasi ESG organisasi saat melamar suatu posisi.
Baca juga: Bursa Efek Indonesia: ESG Aspek Penting dalam Keputusan Investasi
Sementara lebih dari 43 persen mengatakan eksekutif senior bersedia menerima gaji yang lebih rendah untuk bekerja di perusahaan yang berfokus pada keberlanjutan daripada karyawan junior.
Survei menyebut faktor ekonomi seperti biaya hidup mungkin mengabaikan pertimbangan keberlanjutan para karyawan junior tersebut.
Kendati terdapat perbedaan faktor ESG dalam pilihan karier, survei tersebut menemukan keselarasan yang kuat antara karyawan senior dan junior dalam hal memprioritaskan untuk mencapai tempat kerja yang berkelanjutan.
Hal tersebut membuat sekitar 80 persen dari kedua kelompok setuju bahwa mendidik dan melatih karyawan tentang praktik berkelanjutan itu merupakan hal penting.
Kedua kelompok juga menempatkan pembinaan kesejahteraan karyawan serta mempromosikan kesetaraan gender dan keberagaman demografi di tempat kerja sebagai prioritas terpenting kedua dan ketiga.
Dengan pendidikan dan pelatihan yang ditetapkan sebagai prioritas utama keberlanjutan, laporan tersebut kemudian menemukan minat yang kuat dari karyawan junior untuk mengejar pengembangan keterampilan terkait keberlanjutan.
Lebih dari 27 persen melaporkan bahwa mereka mengejar sertifikasi profesional dan kursus pengembangan, 42 persen berpartisipasi dalam kelompok kerja internal, dan 39 persen menjadi sukarelawan untuk inisiatif keberlanjutan.
Sementara itu, survei menemukan pula bahwa karyawan melaporkan inisiatif keberlanjutan organisasi mereka hingga saat ini masih berfokus pada isu-isu operasional.
Baca juga: Pemilik Aset Tuntut Transparansi ESG Lebih Besar
Sebanyak 54 persen secara keseluruhan melaporkan bahwa inisiatif yang diterapkan mencakup sistem hemat energi, dan 52 persen melaporkan pengurangan konsumsi sumber daya, sementara hanya 26 persen yang melaporkan penerapan solusi rantai pasokan yang berkelanjutan.
Laporan juga menemukan bahwa perusahaan memberikan insentif bagi keberlanjutan di tempat kerja dalam berbagai cara. Sebanyak 48 persen karyawan melaporkan bahwa organisasi mereka menyediakan kesempatan belajar dan pengembangan pada praktik keberlanjutan.
Lalu sebanyak 53 persen melaporkan bahwa mereka mempromosikan pilihan perjalanan yang ramah lingkungan, dan 36 persen mendukung kelompok keberlanjutan yang dipimpin karyawan dengan sumber daya dan pengakuan, meskipun hanya 7 persen yang melaporkan mengintegrasikan tujuan keberlanjutan ke dalam evaluasi kinerja.
"Keberlanjutan perusahaan tidak dapat berhasil hanya sebagai arahan dari atas ke bawah. Perusahaan yang melibatkan karyawan di semua tingkatan akan berada pada posisi yang lebih baik untuk mendorong perubahan yang bermakna dan berkelanjutan," kata Jonathan Birdwell, Kepala Kebijakan dan Wawasan Economist Impact.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya