Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Berbasis Gender Naik 14 Persen

Kompas.com - 10/03/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGTP) pada 2024 meningkat 14,17 persen dibandingkan tahun 2023.

Dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2024 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), jumlah kasus KBGtP pada 2024 mencapai 330.097.

Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2023 yakni 289.111 kasus.

Baca juga: Konsultan Sebut 3 Faktor Kunci Tingkatkan Kesetaraan Gender di Dunia Bisnis

Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyoroti tren kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah negara. 

Dia menuturkan, tahun ini terdapat 95 kasus kekerasan berbasis gender di ranah negara.

"DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah laporan tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Jawa Barat dan Sumatera Utara," ucap Theresia, dikutip dari siaran pers, Sabtu (8/3/2025). 

Di satu sisi, kasus perempuan berkonflik dengan hukum (PBH) menjadi kategori terbanyak dengan 29 kasus.

Baca juga: Pemerintah Daerah Perlu Pahami Perspektif Gender saat Pembuatan Kebijakan

Sementara itu, kasus kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) meningkat menjadi sembilan kasus dibandingkan tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy menyoroti tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik. 

"Budaya patriarki dan diskriminasi berbasis gender masih menjadi hambatan bagi perempuan dalam politik. Mereka rentan menghadapi ancaman, intimidasi, serta kekerasan selama kontestasi politik," jelas Olivia.

Ia menegaskan, diperlukan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam setiap tahapan pemilu untuk memastikan partisipasi politik perempuan yang lebih aman dan setara.

Baca juga: BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

Perubahan

Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Bahrul Fuad menjelaskan, metode pengumpulan data dalam Catahu 2024 mengalami perubahan signifikan.

Pada tahun sebelumnya, dari 993 kuesioner yang dikirimkan kepada mitra, hanya 12 persen yang dikembalikan.  

"Tahun ini, dengan strategi pengiriman ke organisasi induk, dari 160 kuesioner yang dikirim, tingkat respons meningkat menjadi 51,87 persen," papar Bahrul.

Menurutnya, perubahan metode ini memungkinkan cakupan wilayah pendataan yang lebih luas dan penghitungan data yang lebih cepat.

Baca juga: Desentralisasi Energi Terbarukan Butuh Penguatan Inklusi Gender

Komisioner Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi menyoroti tingginya angka kekerasan seksual meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan dua tahun lalu. 

"Kami mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan tiga peraturan pelaksana UU TPKS dan meminta DPR RI serta Presiden RI untuk mendukung Komnas Perempuan dalam pengembangan sinergi database kekerasan terhadap perempuan," tegasnya. 

Menurutnya, regulasi yang lebih jelas dan sistem pendataan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menangani kasus kekerasan secara lebih efektif.

Baca juga: Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau