KOMPAS.com - Atlet atletik Triyaningsih berharap olahraga Indonesia lebih ramah terhadap perempuan di tengah tantangan besar terkait kesetaraan gender.
Hal tersebut disampaikan Triya dalam diskusi daring bertema "Perempuan, Perjuangan, dan Puncak Prestasi" dalam rangka memperingati "International Women’s Day" 2025 yang diselenggarakan KONI Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Menurut Triya, sejauh ini masih ada stereotip yang harus dihadapi perempuan di dunia olahraga. Contohnya pandangan terhadap pakaian yang terkadang dianggap terlalu seksi.
Baca juga: Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Terhambat Tarik Ulur Kepentingan Politik
"Saya berharap pakaian olahraga perempuan bisa diterima dengan baik dan tidak diobjektifikasi. Yang penting adalah prestasi, bukan apa yang kita kenakan," ujar Triya, sebagaimana dilansir Antara.
Triya menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dalam berolahraga.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah lebih memperhatikan aspek keamanan dengan meningkatkan pengawasan di tempat-tempat umum melalui pemasangan kamera pengawas atau CCTV.
"Tempat-tempat yang sering digunakan untuk berolahraga, seperti taman atau jalur lari, perlu mendapat perhatian lebih. Pemerintah bisa memasang CCTV untuk memastikan lingkungan yang lebih aman bagi para perempuan," kata Triya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Berbasis Gender Naik 14 Persen
Menghadapi tantangan yang ada, Triya memilih untuk bangkit dan meraih puncak prestasi.
"Aku berharap perempuan juga untuk jangan banyak berpikir, just do it!. Sebagai perempuan, jangan mau kalah!" kata Triya.
Harapan agar olahraga Indonesia ramah perempuan juga disampaikan akademisi doktoral keolahragaan di Tsinghua University, Salsa Senja.
Presiden Scholars of Indonesia China Network (SINO) dan wasit rugby nasional itu mengaku pernah dipandang sebelah mata ketika menjadi wasit rugby putra internasional.
Baca juga: Kepemimpinan Perempuan di Sektor Bisnis Perlu Didorong
Menurut Salsa, integritas dan kemampuan menjadi kunci untuk bangkit meraih prestasi.
"Saya juga sering diremehkan, saya saat S2 dan S3 terbilang muda, di ruangan saya paling muda dan perempuan satu-satunya, bagaimana membuktikan mampu? Yang pertama, harus ada integritas," kata Salsa.
Dia menambahkan, pada kenyataannya dia mengalami sendiri bahwa perempuan mampu bersaing dan menjadi setara.
"Siapa yang menyangka bahwa saya saat ini bisa menjadi presiden sebuah organisasi yang cukup besar bidang olahraga di China. Jadi menurut saya kalau kita perempuan tidak diberikan kesempatan, kita harus bisa memulai dan buktikan bahwa kita berhasil mematahkan pandangan itu," ujar Salsa.
Baca juga: IWHM 2025, Berdayakan Perempuan lewat Langkah Inspiratif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya