Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DAS Ciliwung Menyempit, Tutupan Lahan Permukiman Capai 61,78 Persen

Kompas.com - 21/03/2025, 14:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan, Dyah Murtiningsih, mengatakan alih fungsi lahan menyebabkan penyempitas daerah aliran sungai atau DAS Ciliwung.

Dyah menyebut, luasan Sungai Ciliwung menyempit dari 11 meter menjadi 3 meter.

"Di tebingnya itu sudah ada rumah-rumah yang memang sudah dibangun. Jadi makin dia dangkal oleh masyarakat kemudian dibuat tebing, di atasnya diberi rumah," ujar Dyah dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (20/3/2025).

Alhasil, drainase tak bisa lagi menyerap limpasan air dari sungai dengan baik. Banjir pun tidak dapat dihindari saat hujan lebat melanda kawasan Ciliwung.

Berdasarkan kajian, tutupan lahan berupa permukiman di DAS Ciliwung mencapai 61,78 persen, tutupan di DAS Cisadane sebesar 25,65 persen, DAS Kali Angke Pesanggrahan mencapai 83,37 persen, serta tutupan lahan di DAS Kali Bekasi 41,85 persen.

Baca juga: Kenapa Sampai Sekarang Kita Masih Gagap Hadapi Banjir? 

"Memang penyebab banjir ini adalah alih fungsi lahan yang harusnya merupakan kawasan lindung. Yang ada di Areal Penggunaan Lain menjadi kawasan yang terbangun sehingga menyebabkan lokasi tersebut kedap air. Seharusnya berfungsi sebagai resapan air," jelas Dyah.

Sementara ini, Kemenhut akan merehabilitasi hutan dengan menanam pohon di sekitar DAS. Lainnya, menerapkan teknik konservasi tanah dan air berupa dam pengendali dan dam penahan pada lokasi-lokasi dengan kemiringan tertentu.

Fungsi bangunan ini untuk menahan sedimen dan mengendalikan air yang turun dari hulu.

"Kami juga mengusulkan harus ada perbaikan daripada drainase yang ada di sekitar pemukiman. Selain itu juga harus ada sumur-sumur resapan dan juga biopori yang fungsinya adalah untuk menyerap air agar bisa masuk ke dalam tanah," papar Dyah.

"Karena kami kemarin melihat drainase juga buruk, kemudian ini yang menjadi penyebab air tidak bisa masuk ke dalam tanah," imbuh dia.

Baca juga: Cuaca Ekstrem Bayangi Arus Mudik, Banjir dan Longsor Berpotensi Terjadi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau