Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/03/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pengembangan industri manufaktur energi terbarukan dari surya, angin, dan baterai mampu menciptakan potensi ekonomi hingga 551,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 8.824 triliun pada 2060 di Indonesia.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan studi terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul Market Assessment for Indonesia’s Manufacturing Industry for Renewable Energy yang diluncurkan pada Selasa (25/3/2025).

Untuk diketahui, pada 2024 PDB Indonesia sekitar Rp 22.139,0 triliun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: NDB Disebut Ingin Terlibat Pendanaan Proyek Energi Terbarukan di Indonesia

Jika diperbandingkan, potensi pengembangan industri manufaktur energi terbarukan tersebut setara hampir 40 persen dari PDB Indonesia tahun 2024.

Optimalisasi pengembangan industri tersebut juga berpotensi menciptakan 9,7 juta pekerjaan-tahun pada 2060. 

Di industri manufaktur energi surya atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), IESR menyebut hingga Juni 2024, kapasitas produksi modul surya Indonesia mencapai 4,7 gigawatt (GW) per tahun. 

Jumlah ini akan meningkat menjadi 19 GW tahun sebelum 2030.

Analisis IESR menunjukkan, pengembangan industri PLTS dan rantai pasoknya berpotensi menciptakan 5,7 juta pekerjaan-tahun, dengan potensi ekonomi hingga 236,3 miliar dollar AS pada 2060.

Baca juga: 20 Persen Listrik Lampung Sudah Berasal dari Energi Terbarukan

Sementara, untuk industri pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), IESR menilai permintaan terhadap teknologi ini masih rendah. 

Hal ini kontras dengan pertumbuhan kapasitas PLTB global yang mencapai 118 GW pada 2023 alias naik 36 persen dari 2022. 

Di satu sisi, Indonesia hanya memiliki PLTB dengan kapasitas terpasang 154,3 MW, jauh dari potensinya yang mencapai 155 GW. 

Padahal, pengembangan industri manufaktur, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan sampai pengakhiran operasi dari PLTB berpotensi menyumbang 75,2 miliar dollar AS bagi perekonomian dan menciptakan 1,8 juta pekerjaan-tahun pada 2060.

Selanjutnya, untuk industri baterai, pada 2024 permintaan untuk kendaraan listrik meningkat hingga 25 kali lebih tinggi dibandingkan 2022. 

Baca juga: Rencana Tata Ruang Daerah Perlu Akomodasi Lahan untuk Energi Terbarukan

Pengembangan industri baterai untuk penyimpanan energi dan kendaraan listrik memiliki potensi ekonomi hingga 240 miliar dollar AS dan 2,2 juta pekerjaan pada 2060.

Analis Data Energi IESR Abyan Hilmy Yafi menekankan pentingnya pengembangan industri manufaktur energi terbarukan dan rantai pasok di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan global yang terus meningkat. 

Selain manfaat ekonomi, langkah ini juga memberikan kontrol lebih besar atas pasar produk dan rantai pasok, memberdayakan bahan baku domestik, serta mendorong pertumbuhan industri.

"Pengembangan tiga teknologi ini akan mengurangi ketergantungan terhadap impor dan bisa terhindar dari dampak kerentanan terhadap fluktuasi harga global. Untuk memastikan keuntungan dari pengembangan ini pemerintah perlu mendukung dengan kebijakan, insentif, dan pendanaan yang jelas serta konsisten," jelas Hilmy dikutip dari siaran pers. 

Studi IESR tersebut juga memberikan empat rekomendasi untuk mendorong pengembangan industri manufaktur energi terbarukan. 

Baca juga: Bukan Energi Terbarukan, Migas Jadi Fokus Pendanaan Danantara Gelombang Pertama

Pertama, Indonesia perlu memastikan rantai pasok industri manufaktur, paling tidak untuk perakitan panel surya, turbin angin, dan baterai, termasuk perakitan dan penerapan proyek rekayasa, pengadaan dan konstruksi. 

Pengembangan rantai pasok lebih jauh perlu didukung studi kelayakan menyeluruh dan keterlibatan pemangku kepentingan nasional dan global. 

Kedua, pemerintah perlu merumuskan peta jalan untuk adopsi energi terbarukan yang berkelanjutan beriringan dengan peta jalan penguatan industri manufaktur energi terbarukan. 

Perumusan peta jalan ini juga harus sejalan dengan perencanaan energi nasional

Ketiga, transformasi strategi industri menjadi strategi ekonomi memerlukan dukungan pemerintah berupa insentif, pembiayaan, dan kebijakan yang menciptakan ekosistem ideal dari hulu ke hilir dan konsisten dalam penerapannya. 

Keempat, Indonesia perlu melakukan persiapan sumber daya manusia (SDM) melalui kebijakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai, agar tenaga kerja memiliki keterampilan ramah lingkungan yang mendukung industri energi terbarukan.

Baca juga: Keuntungan Cepat Didapat, Energi Terbarukan Perlu Jadi Fokus Danantara

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau