Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agni Project, Berdayakan Disabilitas untuk Bikin Produk Berkelanjutan

Kompas.com - 24/04/2025, 12:08 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bagi Tiara Prasetyaningtyas keberhasilan tidak hanya tentang nilai akademis namun juga kontribusi seseorang terhadap sosialnya.

Semangat itu yang kemudian melatar belakanginya untuk membentuk kelompok disabilitas bernama Agni Project.

Perempuan yang akrab disapa Tiara ini mengungkapkan, Agni Project merupakan inisiatif pemberdayaan penyandang disabilitas di Yogyakarta yang terinspirasi dari komunitas UMKM kreatif di Klaten yang merupakan kota asalnya.

Ia melihat celah di mana para penyandang disabilitas sering kali tak terjangkau oleh sistem kerja formal.

“Suatu saat saya bertanya ke teman-teman UMKM, ‘kalian tahu nggak penjahit yang disabilitas?’ Ternyata ada, tapi mereka belum terorganisir,” cerita Tiara.

Karena itu, Tiara menjalankan Agni Project sebagai wadah kolaborasi bagi para difabel fisik. Mereka diajari untuk memproduksi barang-barang kreatif seperti tas kecil dan dompet dari sisa kain UMKM, lalu dipasarkan melalui hotel-hotel dan pameran lokal.

Baca juga: UMKM Big Bananass, Berdayakan Ibu Rumah Tangga hingga Punya 15 Toko

Tak hanya menciptakan produk, Agni Project juga membangun ekosistem inklusif yang memberdayakan kelompok tersebut.

“Kami bantu mereka bukan karena kasihan, tapi karena mereka mampu. Yang mereka butuhkan itu bukan belas kasih, tapi kesempatan yang setara,” tegas Tiara.

Kini, sedikitnya 25 penyandang disabilitas terlibat dalam proyek ini, dengan sekitar 100 produk terjual tiap bulan. Dari penjualan produk tersebut, beberapa pekerja disabilitas bahkan mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan membantu perekonomian keluarga.

“Meski mereka belum sampai bisa mendanai untuk pendidikan tinggi, perubahan kesejahteraan mereka nyata,” kata Tiara.

Dalam perkembangannya, Agni Project juga menarik perhatian sejumlah pihak, hingga kemudian memperoleh pendanaan dari sebuah lembaga internasional yaitu Greenheart International karena keselarasan visi proyek yang dijalankan Tiara dengan aspek keberlanjutan.

Proyek ini berlangsung langgeng, bahkan ketika Tiara melanjutkan studi S2-nya di University of Melbourne di Australia.

Semangatnya untuk bergerak di bidang sosial tak pernah surut. Saat ini, di tengah kesibukan akademis dan kerja Tiara masih memperkenalkan komunitas perajin disabilitas di Yogyakarta.

“Saya selalu ingat ketika kita menerima rezeki lebih, di situ juga ada bagian untuk orang lain,” pungkas Tiara.

Kejar Ilmu

Di balik aktivitasnya sebagai pegiat sosial, Tiara juga merupakan sosok yang peduli dengan pendidikan.

Menurutnya, ilmu patut dikejar dan dapat diusahakan. Bukan sebatas impian semata.

“Keluarga saya keluarga sederhana. Ayah saya dari lereng Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta, yang kemudian membuka toko kecil di Klaten,” tuturnya.

Sedari kecil, Tiara sudah menampakkan minat untuk belajar. Ia berprestasi dalam akademik. Saat menempuh Sekolah Menengah Pertama, seorang guru menyadarkan Tiara bahwa dunia lebih luas daripada yang ia lihat di sekelilingnya. Ilmu dapat ia gapai lebih, tidak terbatas di tempat asalnya.

Hal ini membuat Tiara bersemangat untuk bersekolah ke kota besar. Orang tua Tiara turut mendukung dengan janji menyekolahkan Tiara ke Yogyakarta saat menempuh Sekolah Menengah Atas.

Namun jalan hidup berkata lain.

“Usaha orang tua saya tidak berjalan lancar saat itu dan membuat saya harus tetap bersekolah di Klaten,” kata Tiara.

Baca juga: YDBA Bina 4 Sektor Utama UMKM, dari Manufaktur hingga Pertanian

Meski sedih, hal tersebut tidak mematahkan semangat Tiara. Ia mulai mencoba mendaftar di ajang pertukaran pelajar ke Amerika Serikat melalui Youth Exchange and Study (YES program).

Usahanya membuahkan hasil, pada kelas 2 SMA tepatnya pada 2014-2015, Tiara berangkat ke Martha Layne Collins High School dengan biaya dari US Department of State.

Pengalaman belajar di luar negeri ini makin membuka wawasan Tiara akan pendidikan berkualitas yang bisa didapatkan oleh siapa saja, sekalipun tidak dari latar belakang keluarga yang istimewa.

“Saya percaya, pendidikan yang baik nilainya bisa nol rupiah, tetapi dampaknya bisa mengubah hidup seseorang,” katanya.

Pulang dari Amerika Serikat, Tiara membulatkan tekad untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka dan berhasil diterima di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Saat kuliah, Tiara juga menjadi penerima beasiswa S1 dari Tanoto Foundation.

“Dari program beasiswa ini, ada dua pelajaran yang ditanamkan membekas di benak saya hingga saat ini, yaitu lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) dan pay it forward (membalas kebaikan dengan melakukan kebaikan),” kata Tiara.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau