Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen dan Investor akan Semakin Kritis terhadap "Sustainability Washing"

Kompas.com, 25 April 2025, 14:30 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Seiring dengan semakin kritisnya konsumen dan investor, perusahaan-perusahaan tak bisa lagi melakukan greenwashing dan sustainability washing

Peneliti Senior The Prakarsa, Setyo Budiantoro ia menegaskan, greenwashing atau sustainability washing tidak lagi bisa ditoleransi. Konsumen dan lembaga keuangan, baik di dalam maupun luar negeri, semakin cerdas dan menuntut transparansi serta bukti konkret.

“Kalau hanya janji surga, nggak ada komitmen soal waktu atau jumlah, maka kredibilitas perusahaan yang jadi taruhannya,” tegasnya.

Dengan semakin nyata dampak perubahan iklim dan meningkatnya kesadaran global, mendorong praktik keberlanjutan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. “Ini bukan hanya soal reputasi, tapi juga tentang masa depan kita bersama,” pungkas Setyo.

Baca juga: Perkuat Kelas Internasional dan Kajian Sustainability, IPB Gandeng Kasetsart University

Hampir sama seperti greenwashing, sustainability washing merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan praktik di mana suatu perusahaan atau organisasi membuat klaim atau promosi yang berlebihan atau menyesatkan mengenai keberlanjutan produk atau layanannya. 

Ambil Peran Baru

Setyo juga mengatakan konflik dagang antara Amerika Serikat dan China justru membuka peluang bagi Indonesia untuk mengambil peran lebih besar di pasar global.

Hal ini dengan catatan, bahwa perusahaan harus mampu memenuhi standar keberlanjutan yang semakin ketat, terutama dari kawasan Eropa.

“Kalau produk kita tidak sustainable, kita akan dijauhi pasar. Kita nggak bisa masuk. Jadi ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal daya saing,” ujarnya dalam perbincangan, Kamis (24/4/2025).

Ia menambahkan, penerapan standar internasional seperti UN Global Compact, IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance), dan pelaporan keberlanjutan melalui OJK maupun Bursa Efek Indonesia, harus menjadi perhatian serius bagi pelaku usaha.

Khususnya di sektor pertambangan, proses dari hulu ke hilir—mulai dari eksplorasi, produksi, transportasi, hingga pengelolaan limbah—harus memenuhi standar responsible mining.

Namun, Setyo mengakui bahwa penerapan praktik keberlanjutan di sektor tambang masih menghadapi tantangan besar.

Meski begitu, beberapa perusahaan mulai menapaki jalur yang sejalan dengan implementasi sustainability.

Berdasarkan catatan Kompas.com, sejumlah perusahaan tambang di Indonesia sudah bersedia diaudit oleh IRMA yaitu Harita dan Vale.

Baca juga: Eropa Bisa Jadi Tujuan Ekspor Baru, Tapi Perusahaan RI Harus Perkuat Sustainability

Langkah ini dinilai sebagai upaya konkret untuk menjawab tudingan “dirty nickel” terhadap produk nikel Indonesia di pasar global.

Lebih lanjut, Setyo mencontohkan implementasi sustainability juga tampak pada perusahaan di sektor pertanian juga seperti Green Giant Pineapple dan Daya Selaras.

Great Giant yang berbasis di Lampung, mampu mengolah limbah kulit nanas menjadi pakan ternak, biogas, dan bahkan budidaya maggot sebagai sumber protein tinggi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau