KOMPAS.com - Indonesia perlu menangkap peluang karena berpotensi menjadi pemasok hidrogen hijau di pasar internasional.
Pasar hidrogen Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh menjadi 51 miliar dollar AS pada 2030 141 miliar dollar AS pada 2050.
Sekitar sepertiga dari permintaan global hidrogen pada 2050 diproyeksikan berasal dari perdagangan lintas negara.
Baca juga: Hidrogen Butuh Waktu, Gaikindo Minta Pemerintah Fokus Bahan Bakar Nabati
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, untuk menangkap peluang tersebut, Indonesia perlu membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif.
Fabby menuturkan, hidrogen hijau adalah peluang emas yang tidak hanya mendukung dekarbonisasi, tapi juga membuka pasar baru dan memperkuat ketahanan energi nasional.
"Untuk membangun ekonomi hidrogen hijau yang kompetitif, Indonesia perlu pendekatan terkoordinasi yang mencakup pengembangan teknologi, regulasi, pembiayaan, dan kerja sama internasional," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Jumat (25/4/2025).
Fabby menuturkan, setidaknya ada enam strategi yang perlu dilakukan pemerintah untuk membangun ekosistem hidrogen hijau.
Pertama, mempercepat pengembangan teknologi dan energi terbarukan untuk menurunkan biaya listrik produksi hidrogen. Selain itu, mendorong produksi lokal elektroliser melalui kemitraan publik-swasta.
Baca juga: Batu Bara hingga Gas Alam Jadi Sumber Utama Hidrogen untuk Bahan Bakar
Kedua, mengintegrasikan hidrogen ke sektor ketenagalistrikan dan industri pupuk atau kilang, serta memulai ekspor melalui kesepakatan dengan pembeli internasional.
Ketiga, mengembangan infrastruktur. Salah satunya dengan membangun jalur pipa dan stasiun pengisian hidrogen, serta mengkaji kesiapan pelabuhan untuk ekspor amonia.
Keempat, insentif dan pembiayaan. Caranya dengan memberikan jaminan offtaker oleh badan usaha milik negara (BUMN) serta insentif harga dan pengenaan karbon untuk mengurangi risiko investasi awal.
Kelima, kebijakan dan regulasi. Caranya dengan menyusun klasifikasi dan sertifikasi hidrogen nasional, memasukkan proyek hidrogen ke dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), serta memperkuat kebijakan energi terbarukan yang mendukung proyek hidrogen.
Keenam, peningkatan keahlian sumber daya manusia (SDM). Langkah ini dilakukan melalui pelatihan, sertifikasi, dan pemetaan kebutuhan tenaga kerja untuk mendukung seluruh rantai nilai hidrogen hijau.
Baca juga: Bahan Bakar Hidrogen Jadi Salah Satu Strategi Dekarbonisasi Indonesia
Fabby menjelaskan, berdasarkan analisis IESR biaya produksi hidrogen hijau atau LCOH dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia akan terus menurun seiring penurunan harga listrik dari energi surya dan angin dan harga teknologi elektroliser.
Saat ini, LCOH berkisar antara 4,3 hingga 8,3 dollar AS per kilogram.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya