Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 April 2025, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia perlu menangkap peluang karena berpotensi menjadi pemasok hidrogen hijau di pasar internasional.

Pasar hidrogen Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh menjadi 51 miliar dollar AS pada 2030 141 miliar dollar AS pada 2050.

Sekitar sepertiga dari permintaan global hidrogen pada 2050 diproyeksikan berasal dari perdagangan lintas negara.

Baca juga: Hidrogen Butuh Waktu, Gaikindo Minta Pemerintah Fokus Bahan Bakar Nabati

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, untuk menangkap peluang tersebut, Indonesia perlu membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif.

Fabby menuturkan, hidrogen hijau adalah peluang emas yang tidak hanya mendukung dekarbonisasi, tapi juga membuka pasar baru dan memperkuat ketahanan energi nasional.

"Untuk membangun ekonomi hidrogen hijau yang kompetitif, Indonesia perlu pendekatan terkoordinasi yang mencakup pengembangan teknologi, regulasi, pembiayaan, dan kerja sama internasional," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Jumat (25/4/2025).

Fabby menuturkan, setidaknya ada enam strategi yang perlu dilakukan pemerintah untuk membangun ekosistem hidrogen hijau.

Pertama, mempercepat pengembangan teknologi dan energi terbarukan untuk menurunkan biaya listrik produksi hidrogen. Selain itu, mendorong produksi lokal elektroliser melalui kemitraan publik-swasta.

Baca juga: Batu Bara hingga Gas Alam Jadi Sumber Utama Hidrogen untuk Bahan Bakar

Kedua, mengintegrasikan hidrogen ke sektor ketenagalistrikan dan industri pupuk atau kilang, serta memulai ekspor melalui kesepakatan dengan pembeli internasional.

Ketiga, mengembangan infrastruktur. Salah satunya dengan membangun jalur pipa dan stasiun pengisian hidrogen, serta mengkaji kesiapan pelabuhan untuk ekspor amonia.

Keempat, insentif dan pembiayaan. Caranya dengan memberikan jaminan offtaker oleh badan usaha milik negara (BUMN) serta insentif harga dan pengenaan karbon untuk mengurangi risiko investasi awal.

Kelima, kebijakan dan regulasi. Caranya dengan menyusun klasifikasi dan sertifikasi hidrogen nasional, memasukkan proyek hidrogen ke dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), serta memperkuat kebijakan energi terbarukan yang mendukung proyek hidrogen.

Keenam, peningkatan keahlian sumber daya manusia (SDM). Langkah ini dilakukan melalui pelatihan, sertifikasi, dan pemetaan kebutuhan tenaga kerja untuk mendukung seluruh rantai nilai hidrogen hijau.

Baca juga: Bahan Bakar Hidrogen Jadi Salah Satu Strategi Dekarbonisasi Indonesia

Biaya produksi

Fabby menjelaskan, berdasarkan analisis IESR biaya produksi hidrogen hijau atau LCOH dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia akan terus menurun seiring penurunan harga listrik dari energi surya dan angin dan harga teknologi elektroliser.

Saat ini, LCOH berkisar antara 4,3 hingga 8,3 dollar AS per kilogram.

Namun, dengan skenario strategis, Indonesia berpeluang menurunkannya hingga 2 dollar AS per kilogram sebelum tahun 2040, bahkan bisa tercapai pada 2030 asalkan dapat segera mengembangkan ekosistem energi hijau.

Fabbu menjelaskan, jika Indonesia ingin ambil bagian dalam pasar energi bersih global, investasi di ekosistem hidrogen hijau harus dimulai dari hulu ke hilir sekarang.

"Kami percaya bahwa dengan langkah-langkah terencana dan konsisten, Indonesia bisa menjadi pusat produksi dan ekspor hidrogen rendah karbon di kawasan ASEAN," papar Fabby.

IESR melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI), menginisiasi terbentuknya Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I).

Komunitas tersebut menghubungkan para pemangku kepentingan melalui kegiatan riset, dialog kebijakan, dan pengembangan pasar guna mendorong implementasi hidrogen hijau sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi nasional.

Baca juga: Surplus, Pemerintah Bakal Ekspor Hidrogen ke Asia Pasifik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Pemerintah
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Pemerintah
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
LSM/Figur
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
Pemerintah
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Pemerintah
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau