Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanasan Global Sebabkan Lahan Basah Hasilkan Lebih Banyak Metana

Kompas.com - 29/04/2025, 14:58 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber ecowatch

KOMPAS.com - Penelitian baru dari pada ilmuwan Smithsonian AS menemukan seiring dengan naiknya suhu, lahan basah yang secara alami berfungsi sebagai penyerap sekaligus sumber metana, dapat berbalik menjadi lebih banyak mengeluarkan metana.

Hasil tersebut terungkap setelah para ilmuwan meneliti aktivitas mikroba anaerobik di lahan basah pesisir payau.

Mikroba anaerobik diketahui ditemukan di area tanpa oksigen bebas, seperti lahan basah yang tergenang air, dan mereka dapat mengambil oksigen dari molekul sulfat untuk mengonsumsi metana.

Berdasarkan penelitian tersebut, mikroba-mikroba tersebut dapat menghilangkan hingga 12 persen metana di sekitar lahan basah dalam kondisi normal, bahkan lebih banyak daripada mikroba di zona dengan lebih banyak oksigen bebas yang tersedia.

Sementara di area asin dengan lebih banyak sulfat, mikroba anaerobik mampu menghilangkan hingga 70 persen metana.

Namun bagaimana jadinya jika mikroba tersebut terpapar pemanasan global?

Baca juga: Pemanasan Global Jadi Ancaman Keamanan, Adaptasi Militer Diperlukan

Untuk menguji bagaimana mikroba tersebut akan bereaksi terhadap skenario pemanasan global, para ilmuwan kemudian melakukan eksperimen di lahan basah di Smithsonian Environmental Research Center (SERC) di Maryland.

Melansir Eco Watch, Jumat (25/4/2025) dengan menggunakan lampu inframerah dan kabel bawah tanah, para ilmuwan meningkatkan suhu di sebagian area lahan basah sebesar 5,1 derajat Celsius dalam sebuah eksperimen yang mereka namakan Salt Marsh Accretion Response to Temperature eXperiment (SMARTX).

Mereka juga meningkatkan kadar karbon dioksida di area lahan basah untuk penggambaran pemanasan global yang lebih akurat.

Setelah para ilmuwan meningkatkan suhu lahan basah, peneliti menemukan mikroba tanah penghasil metana, menghasilkan lebih banyak metana.

Sementara itu, mikroba anaerobik yang berperan menghilangkan metana tidak dapat bekerja cukup cepat untuk mengimbangi peningkatan produksi ini, sehingga menyebabkan lonjakan emisi metana hingga empat kali lipat dibandingkan kondisi normal.

Temuan ini mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa pemanasan global dapat mengubah lahan basah dari penyerap menjadi sumber emisi metana yang signifikan.

Di area dengan kadar karbon dioksida yang lebih tinggi, emisi metana juga meningkat sekitar dua kali lipat dibandingkan kondisi normal.

Ini kemungkinan disebabkan karena kadar karbon dioksida yang lebih tinggi menyebabkan pertumbuhan sistem perakaran yang lebih besar pada tumbuhan, dan akar-akar tersebut dapat membawa lebih banyak oksigen ke dalam tanah.

Lahan basah sendiri merupakan ekosistem penting yang menyimpan karbon dan dapat menyimpan sekaligus mengeluarkan metana.

Namun, dengan naiknya suhu, keseimbangan antara menyimpan dan mengeluarkan metana dapat berbalik, menyebabkan lahan basah menjadi sumber emisi metana yang lebih besar.

Baca juga: Emisi Metana Diremehkan, Jutaan Ton Berpotensi Tak Terlaporkan

Hal ini kemudian dapat menjadi lingkaran umpan balik, karena metana adalah kontributor terbesar kedua terhadap pemanasan global setelah karbon dioksida.

"Jika emisi metana dari sumber ini diabaikan, maka target pengurangan emisi gas rumah kaca yang hanya berfokus pada karbon dioksida kemungkinan tidak akan efektif dalam mencapai tujuan pengendalian perubahan iklim di masa depan," kata Jaehyun Lee, penulis utama studi ini.

Para ilmuwan juga mencatat bahwa para konservasionis dan pembuat kebijakan perlu memahami bagaimana pemanasan akan memengaruhi penyerapan dan emisi metana di area lahan basah untuk melestarikan ekosistem ini dengan lebih baik.

"Ada nilai yang besar dalam melindungi dan memulihkan lahan basah pesisir untuk kepentingan iklim, terutama ketika kita mempertimbangkan berbagai layanan ekosistem yang mereka berikan kepada manusia," kata Pat Megonigal, penulis senior studi tersebut dan direktur asosiasi penelitian di SERC.

"Kita juga harus mempertimbangkan, bagaimana perubahan iklim akan memengaruhi proses mikrobial yang rumit ini yang pada akhirnya akan menentukan apakah lahan basah akan menjadi penyerap atau sumber emisi metana yang lebih besar di masa depan," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau