Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Habitat Baru Pari Manta Karang Ditemukan, Perluasan Zona Lindung Mendesak

Kompas.com, 6 Mei 2025, 10:06 WIB
The Conversation,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Oleh Edy Setyawan*

KOMPAS.com - Indonesia merupakan rumah terbesar di dunia bagi populasi pari manta karang (Mobula alfredi)—spesies langka yang rentan punah.

Penelitian terbaru saya bersama tim dari Indonesia dan Selandia Baru mengidentifikasi spesies ini hidup di empat wilayah utama, yakni: Berau (Kalimantan Timur), Nusa Penida (Bali), Pulau Komodo (Nusa Tenggara Timur), dan perairan Raja Ampat (Papua Barat Daya). Namun, sebagian wilayah yang menjadi tempat aktivitas penting pari manta tersebut ternyata belum tercakup di dalam kawasan konservasi.

Hasil riset kami juga menemukan bahwa pergerakan pari manta karang sangat sempit—hanya seluas antara 19-48,294 km persegi—dengan rata-rata sekitar 4,667 km persegi atau hanya sebesar Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat. Padahal pada umumnya, megafauna laut seperti pari manta karang bisa berenang ratusan kilometer, tapi mereka cenderung memilih menetap di habitat aslinya.

Pelacakan yang kami lakukan selama 118 hari menggunakan teknologi satelit menunjukkan, tidak ada satu pun individu pari manta yang bermigrasi antarwilayah—misalnya dari Pulau Komodo ke Raja Ampat atau sebaliknya.

Baca juga: Penelitian Baru, Ada Pola Pergerakan Pari Manta Karang di Raja Ampat

Dengan kata lain, masing-masing populasi lokal terisolasi secara ekologis dan tidak saling terhubung satu sama lain.

Temuan area habitat baru

Kami memasang pelacak satelit berbasis GPS pada 33 individu di empat habitat utama pari manta karang. Perangkat ini mengirimkan data lokasi ke satelit ketika antena pelacak muncul ke permukaan air, sehingga kami bisa memantau pergerakan pari manta dalam waktu yang lama secara akurat.

Di setiap wilayah, kami menemukan bahwa pari manta karang punya pola perilaku khas. Meski cenderung tak gemar berpergian jauh, kami menemukan spesies ini tetap melakukan aktivitas komuter. Mereka selalu kembali ke lokasi-lokasi yang sama untuk makan dan membersihkan diri.

Lokasi makan mereka biasanya adalah area kaya zooplankton—sumber makanan utama mereka. Sementara ‘stasiun pembersihan’ adalah area terumbu karang tempat mereka dibersihkan dari parasit oleh ikan-ikan kecil. Pari manta karang bisa menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari di lokasi ini.

Selain untuk menjaga kesehatan tubuh, stasiun pembersihan tersebut juga menjadi ruang mereka bersosialisasi, termasuk mencari pasangan.

Kami juga menemukan beberapa lokasi baru area makan pari manta yang belum teridentifikasi sebelumnya.

Baca juga: Tutupan Karang Hidup dan Populasi Pari Manta di Raja Ampat Meningkat

Lokasi-lokasi ini mencakup perairan barat dan utara Pulau Waigeo (Raja Ampat), perairan antara Raja Ampat dan Fakfak, Teluk Baru di Komodo, perairan utara dan selatan Kepulauan Derawan, serta perairan selatan Lombok. Dan sayangnya, area-area ini belum termasuk dalam kawasan konservasi pari manta yang telah ditetapkan pemerintah.

Butuh perlindungan khusus dan perluasan kawasan konservasi

Fakta bahwa pari manta sangat ‘mager’ (males gerak) dan hanya beraktivitas di beberapa lokasi saja menandakan bahwa konservasi pari manta harus difokuskan pada perlindungan habitat lokal yang spesifik.

Dan tentunya harus memerhatikan jalur migrasi dan area jelajah yang di dalamnya mencakup lokasi-lokasi penting aktivitas harian pari manta, terutama area makan dan ‘stasiun pembersihan’.

Hingga saat ini, pemerintah memang sudah menetapkan batas kawasan konservasi perairan (KKP), termasuk di empat wilayah habitat utama mereka.

Namun, kami menemukan pari manta karang yang dilacak hanya menghabiskan 12–47 persen dari waktu mereka di dalam kawasan konservasi itu. Artinya, sebagian besar waktu mereka dihabiskan di luar kawasan-kawasan yang dilindungi, risiko terhadap kelestarian mereka sangat tinggi.

Oleh karena itu, berbasis riset ini, kami merekomendasikan agar pemerintah dan pemangku kepentingan mengambil langkah-langkah strategis berikut untuk melindungi pari manta karang dengan optimal:

  1. Perluasan kawasan konservasi, terutama mencakup lokasi-lokasi baru yang ditemukan riset ini sebagai area makan dan ‘stasiun pembersihan’ mereka.
  2. Pengintegrasian data pelacakan satelit ke dalam perencanaan tata ruang laut, agar penetapan zona konservasi lebih berbasis data ilmiah.
  3. Penguatan regulasi perikanan, seperti pelarangan alat tangkap merusak dan mitigasi tangkapan sampingan di daerah-daerah yang menjadi jalur migrasi dan area jelajah pari manta.
  4. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum di dalam dan sekitar KKP untuk mencegah aktivitas ilegal.

Sebagai negara dengan suaka alam pari manta terbesar di dunia, Indonesia bertanggungjawab untuk memastikan keberlanjutan spesies ini.

Riset ini memberikan fondasi ilmiah yang kuat untuk mendukung konservasi berbasis spesies dan ekosistem. Melindungi pari manta tak hanya soal melestarikan satu jenis hewan, tetapi juga menjaga ekosistem laut tropis yang menjadi bagian penting dari warisan dunia.

*Lead Conservation Scientist, Elasmobranch Institute Indonesia

Baca juga: Pertemuan Langka Dua Pari Manta, Panggilan Konservasi Laut Raja Ampat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau