KOMPAS.com – Direktur Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Ten Suyanti, menegaskan bahwa ketahanan iklim sangat bergantung pada ketahanan sistem kesehatan nasional.
Pernyataan ini disampaikan dalam forum Inovasi ClimateSmart Indonesia yang digelar pada Senin (05/05/2025), sekaligus menandai peluncuran platform kecerdasan buatan (AI) yang dirancang untuk memprediksi dan merespons penyakit akibat perubahan iklim.
Suyanti mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan bahwa sekitar 13 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti cuaca ekstrem, pencemaran air, dan polusi udara.
Baca juga: Startup Filipina Ajak Petani Pakai AI, Bukan Intuisi, agar Tak Rugi
"Perubahan cuaca yang ekstrem memperburuk penyebaran penyakit. Cuaca panas, pencemaran air, dan polusi udara memberikan dampak langsung terhadap kesehatan masyarakat," ujarnya.
Ia menyebut, penyakit seperti diare dan malaria semakin menyebar akibat krisis iklim. Karena itu, sistem kesehatan perlu menjadi garda terdepan dalam adaptasi perubahan iklim.
Mengacu pada laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Suyanti mengingatkan bahwa kelompok rentan akan merasakan dampak paling berat dari krisis ini.
Oleh karena itu, diperlukan penilaian risiko dini dan tindakan pencegahan cepat untuk mencegah wabah makin meluas.
Lebih lanjut, Suyanti menyampaikan bahwa Kemenkes telah memiliki data penyakit seperti malaria, termasuk informasi detail seperti jenis nyamuk dan resistensinya terhadap obat.
"Kami sudah memiliki data lengkap, tinggal mengolah dan mengintegrasikannya dengan faktor lingkungan untuk intervensi yang lebih cepat dan efektif," jelasnya.
Menurutnya, sistem pengelolaan data di Kemenkes sudah berjalan baik, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebagian data ini bahkan telah dimanfaatkan untuk menilai risiko iklim dan memetakan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Namun demikian, Suyanti juga mengakui bahwa sistem yang ada masih memiliki keterbatasan. Di sinilah peran penting teknologi berbasis AI seperti platform ClimateSmart Indonesia untuk memperkuat sistem peringatan dini.
"Dengan teknologi yang menyatukan data dari berbagai sektor, kami berharap proses analisis dan deteksi dini penyakit yang sensitif terhadap iklim bisa lebih cepat, sehingga intervensi yang tepat dapat segera dilakukan," tambahnya.
Sementara itu, dalam forum yang sama, Ketua Umum KORIKA, Hammam Riza, menegaskan bahwa sektor kesehatan kini menjadi salah satu prioritas dalam Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (AI) Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa platform ClimateSmart juga dilengkapi dengan teknologi digital twin yang memungkinkan integrasi data iklim dan kesehatan secara real-time.
"Platform ini dirancang untuk memperkuat kapasitas lokal dalam memodelkan, memprediksi, dan memberikan rekomendasi terkait penanganan penyakit yang sensitif terhadap perubahan iklim," ujar Riza.
Sebagai informasi, ClimateSmart Indonesia merupakan platform AI yang dikembangkan oleh KORIKA bekerja sama dengan Universitas Kecerdasan Buatan Mohamed bin Zayed (MBZUAI) dan Institute for Health Modeling and Climate Solutions (IMACS), serta didukung oleh Kemenkes, BMKG, KLHK, dan Kementerian Kominfo.
Peluncuran platform ini menjadi tonggak penting dalam menjembatani sektor kesehatan dan iklim di Indonesia, sebagai respons atas tantangan serius dari krisis iklim global.
Baca juga: Perusahaan yang Gabungkan AI dan Keberlanjutan Raih Keuntungan Lebih Tinggi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya