KOMPAS.com — UMKM Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadopsi praktik keberlanjutan. Namun, tantangan utama yang mereka hadapi adalah keterbatasan akses pendanaan, terutama karena tidak adanya jaminan atau kolateral yang memadai.
Rizkia Sari Yudawinata, Sustainable Finance Advisor WWF Indonesia, mengatakan bahwa ketiadaan jaminan menjadi salah satu penyebab utama UMKM sulit memperoleh pembiayaan, khususnya dari sektor perbankan.
Dalam acara Lestari Forum 2025 bertema “Sustainable Ecosystem Starts with SME–Corporate Collaboration”, Kamis (8/5/2025) di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Rizki mencontohkan bahwa bank-bank di luar negeri bersedia mendanai inisiatif keberlanjutan UMKM karena adanya skema jaminan yang mengurangi risiko kerugian.
“Bank punya manajemen risiko dan aturan-aturan yang enggak bisa disesuaikan sesuka hati, oleh sebab itu mereka memerlukan adanya kolateral bisnis untuk menjamin pendanaan yang mereka berikan,” ujar Rizki.
Menurut Rizki, Indonesia perlu meniru pendekatan dari negara lain dalam mengatasi tantangan itu.
Salah satu yang bisa ditiru adalah Korea Development Bank yang bekerja sama dengan Green Climate Fund untuk menyediakan dana jaminan senilai 100 juta dolar AS, yang kemudian dimobilisasi ke perbankan untuk mendukung pendanaan UMKM.
Contoh lain datang dari India, di mana perusahaan multinasional memberikan jaminan pembelian kepada UMKM sebagai supplier mereka. Skema ini memberi rasa aman bagi lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit.
“Seperti memberikan solusi menggunakan mesin ini dan itu, sehingga produksi bisa lebih efektif. Selain itu, UMKM tidak perlu melakukan audit energi karena sudah dilakukan oleh anchor buyer,” tambahnya.
Rizki juga menjelaskan tentang pentingnya peran anchor buyer—korporasi besar yang menjadi pembeli utama produk UMKM. Mereka tidak hanya memberikan jaminan pembelian, tapi juga solusi teknis, audit, dan bahkan performance guarantee yang meningkatkan keyakinan bank untuk mendanai UMKM.
“Performance guarantee ini jugalah yang meningkatkan kenyamanan bank untuk memberikan pendanaan pada keberlanjutan UMKM ini,” ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa meskipun sudah ada jaminan, UMKM tetap harus menunjukkan kemampuan mengembalikan pinjaman.
Lebih jauh, Rizki mengapresiasi langkah pemerintah Singapura yang memberikan subsidi jaminan bagi UMKM, sehingga lebih mudah mengakses pembiayaan. Ia berharap Indonesia bisa menerapkan kebijakan serupa, sejalan dengan target net zero emission dan dorongan global terhadap rantai pasok yang lebih hijau.
“Bagaimanapun, UMKM—termasuk yang berbasis sustainability—memang masuk dalam kategori bisnis berisiko tinggi. Maka, jika ada kebijakan yang memberikan technical assistance, selaras dengan target net zero, serta adanya standar yang dapat diterapkan pada skala UMKM, bank bisa lebih yakin dalam menyalurkan pendanaan,” tutupnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya