Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UMKM Terkendala Laporan Keberlanjutan, dari Bimbingan hingga Regulasi

Kompas.com - 09/05/2025, 13:17 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam menyusun laporan keberlanjutan (sustainability report). Mulai dari regulasi yang belum jelas hingga kurangnya pendampingan, semua itu menghambat langkah UMKM untuk menerapkan praktik bisnis berkelanjutan.

Menurut Program Manager ASEAN Global Reporting Initiative (GRI), Lany Harijanti, tantangan utama saat ini adalah belum ada kebijakan yang mewajibkan UMKM membuat laporan keberlanjutan.

"Di Indonesia sendiri untuk sustainability reporting tidak ada yang mengatur, yang diatur hanya untuk perusahaan terbuka dan perusahaan jasa keuangan. Jadi kalau UMKM in general enggak ada yang mengatur," ungkap Lany dalam Lestari Forum di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

Baca juga: Konsumen dan Investor akan Semakin Kritis terhadap Sustainability Washing

Berbeda dengan Indonesia, UMKM di negara-negara ASEAN lain seperti Filipina dan Singapura sudah mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Filipina aktif menyosialisasikan pentingnya sustainability report, sementara Singapura bahkan menyediakan dana hibah besar untuk membantu UMKM menjalankan praktik keberlanjutan.

Dengan minimnya dukungan, tak heran jika kesadaran pelaku UMKM terhadap isu keberlanjutan masih rendah.

Lany menyebut, rendahnya kesadaran juga dipengaruhi keterbatasan sumber daya, kurangnya informasi, dan persepsi bahwa regulasi terlalu rumit.

"Biasanya merasa regulasinya sangat kompleks sehingga mereka tidak mengerjakan itu. Dari yang kami survei, 69 persen belum pernah (pelatihan). Jadi para pelaku UMKM itu banyak yang enggak tahu bahwa ada training sustainability," jelas dia.

Baca juga: RI harus Selesaikan Isu Sustainability Agar Produk Nikel Tembus Pasar Negara Maju

Untuk mendorong adopsi keberlanjutan, ASEAN Capital Market Forum telah merilis panduan ESG (Environmental, Social, Governance) yang membagi UMKM ke dalam tiga level kematangan: dasar, menengah, dan lanjutan. Panduan ini dirancang agar mudah diakses dan diterapkan secara bertahap oleh pelaku usaha.

Sebagai upaya mendukung UMKM global, termasuk di Indonesia, GRI juga telah menyediakan panduan pelatihan keberlanjutan dalam berbagai bahasa agar mudah dipahami dan diterapkan oleh pelaku usaha kecil dan menengah.

Lany menilai, pembuatan laporan keberlanjutan bagi UMKM semakin penting karena permintaan dari pasar internasional makin tinggi. Tak hanya dari Eropa, negara seperti India dan China kini mewajibkan perusahaan mereka melakukan audit rantai pasok—termasuk terhadap mitra bisnis dari luar negeri seperti UMKM Indonesia.

"Tidak usah menunggu Eropa, sebentar lagi kita akan diminta oleh perusahaan dari China. Kalau jualan di India, sebentar lagi kita diminta oleh perusahaan dari India," tutur Lany.

Baca juga: Eropa Bisa Jadi Tujuan Ekspor Baru, Tapi Perusahaan RI Harus Perkuat Sustainability

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau