Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Dari Piring, Melawan Perubahan Iklim

Kompas.com - 11/05/2025, 19:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu, faktor kepercayaan berperan besar. Sebanyak 39,7 persen variasi pola konsumsi berkelanjutan ditentukan oleh kepercayaan konsumen. Artinya, semakin transparan sebuah brand soal bahan makanan dan proses produksinya, semakin tinggi kemungkinan pelanggan membeli produk nabati tersebut.

Baca juga: Investasi Pangan Terancam, Kerugian akibat Iklim Bisa Capai 38 Triliun Dollar AS

Kesadaran ini juga didorong oleh media sosial dan influencer yang aktif mempromosikan pola makan berbasis nabati. Ditambah, makin banyak bisnis makanan yang sadar lingkungan dan menjadikan keberlanjutan sebagai nilai jual mereka.

Tantangan di balik gaya hidup sehat dan berkelanjutan

Sayangnya, tidak semua orang bisa dengan mudah beralih ke pola makan berkelanjutan, terutama anak muda. Ada beberapa tantangan yang masih jadi kendala utama:

  • Harga lebih mahal: Makanan organik dan produk berkelanjutan sering kali lebih mahal dibanding makanan biasa. Sementara itu, daya beli kalangan muda umumnya masih rendah.
  • Akses terbatas: Produk organik dan berkelanjutan masih sulit ditemukan di pusat perbelanjaan biasa, membuat opsi ini kurang praktis.
  • Greenwashing: Banyak brand mengklaim produknya ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak sepenuhnya begitu. Hal ini membuat publik ragu dengan jaminan keberlanjutan produk.
  • Kebiasaan makan yang sulit diubah: Makanan tradisional kita kebanyakan berbasis daging dan minyak, jadi butuh waktu buat menyesuaikan diri.
  • Kurangnya informasi yang akurat: Banyak orang masih bingung memilih mana makanan yang benar-benar berkelanjutan.

Kepercayaan konsumen: Kunci perubahan industri makanan

Mayoritas konsumen di masa depan adalah anak muda, yang kini makin kritis dalam memilih makanan yang mereka beli. Oleh karena itu, perusahaan makanan yang ingin bertahan hingga masa depan harus lebih transparan agar mendapatkan kepercayaan dan menarik minat pelanggan muda.

Beberapa strategi yang bisa diterapkan bisnis makanan, antara lain:

  • Transparansi rantai pasok: Beri tahu konsumen dari mana bahan makanan berasal, apakah organik, dan bagaimana proses produksinya.
  • Label yang jelas dan kredibel: Pastikan produk memiliki sertifikasi keberlanjutan yang diakui.
  • Kemitraan dengan influencer dan aktivis lingkungan: Tingkatkan kesadaran konsumen lewat konten edukatif yang relatable di media sosial.
  • Kampanye edukasi: Bantu konsumen memahami pentingnya makanan berkelanjutan.
  • Harga yang lebih terjangkau: Pastikan makanan berkelanjutan bisa diakses lebih banyak orang, bukan hanya kalangan tertentu.

Selain para pebisnis yang harus berbenah, pemerintah juga perlu menyiapkan regulasi yang jelas mengenai pelabelan makanan, serta memberikan subsidi insentif bagi bisnis berkelanjutan. Sementara konsumen harus meningkatkan literasi pangan serta aktif mendukung merek-merek ramah lingkungan sembari menuntut transparansi dari perusahaan-perusahaan makanan.

Milenial dan Gen Z berperan besar dalam perubahan ini. Dengan kesadaran penuh mengenai dampak kesehatan dan keberlanjutan lingkungan, keputusan kecil kita dalam mengubah pola makan bisa membentuk industri makanan yang lebih bertanggung jawab sebagai normal baru, sekaligus menciptakan masa depan yang lebih hijau.

Jadi, sudah siap memulai perjalanan makan sehat berkelanjutan kamu?

*Dean of Faculty of IT and Business, University of Jakarta International

Dr. Evi Susanti, S.E., M.M. selaku Associate Professor dan Head of Quality Assurance University of Jakarta International (UNIJI) bersama Thalia Agustina dari Jurusan Manajemen UNIJI berkontribusi dalam penelitian ini.

Baca juga: Wahana Visi Indonesia Luncurkan Program Ketahanan Pangan di Asmat

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau