KOMPAS.com - Laporan baru Deloitte Global dan Circle Economy mengungkapkan meskipun penggunaan bahan daur ulang meningkat secara signifikan, perkembangannya kalah jauh dibandingkan dengan peningkatan material baru yang terus dikonsumsi.
Akibatnya, kemajuan menuju ekonomi sirkular, di mana limbah diminimalkan dan sumber daya digunakan kembali, berjalan sangat lambat.
Mengutip Edie, Jumat (16/5/2025) laporan tersebut menyatakan bahwa sekitar 200 juta ton lebih banyak material daur ulang diproduksi dan digunakan pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2018.
Namun, konsumsi material dunia secara keseluruhan meningkat dari 100 miliar ton menjadi 106 miliar ton dalam periode waktu yang sama.
Kurang dari 7 persen material yang digunakan dalam ekonomi global pada tahun 2021 berasal dari sumber daur ulang atau penggunaan kembali. Sementara pada tahun 2015, penggunaan material daur ulang mencapai 9 persen.
Baca juga: Dow-Google Kembangkan Teknologi AI untuk Daur Ulang Plastik Lunak
Sebagian besar material daur ulang dan penggunaan kembali juga hanya berasal dari industri berat serta konstruksi dan pembongkaran.
Hal tersebut menunjukkan sulitnya dalam mendaur ulang dan menggunakan kembali sampah yang dihasilkan dari rumah tangga.
Sampah rumah tangga seringkali lebih beragam, terkontaminasi, dan sulit dipilah, sehingga menjadikannya lebih sulit dan mahal untuk diproses dan diubah menjadi material yang bernilai.
Para penulis laporan memperkirakan jika semua material yang dapat didaur ulang bisa didaur ulang secara efektif, tingkat daur ulang dapat meningkat dari 6,9 persen menjadi 25 persen.
Namun, ini lebih bersifat teoritis daripada praktis. Beberapa bahan tetap sangat sulit didaur ulang karena kurangnya teknologi yang terjangkau atau tantangan praktis lainnya.
Laporan menjelaskan pula bahwa ada peluang untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem daur ulang, melalui perubahan kebijakan dan investasi terpadu dalam infrastruktur, teknologi generasi berikutnya, dan produk-produk bernilai tinggi baru yang memanfaatkan limbah.
Namun, laporan menekankan pula bahwa daur ulang saja tidak dapat menciptakan ekonomi sirkular yang sesungguhnya.
"Analisis kami jelas, kita tidak dapat menyelesaikan permasalahan hanya dengan daur ulang. Kita semua perlu membuat pilihan yang berbeda, bersikap berani, dan berinvestasi untuk menerapkan solusi sirkular di seluruh rantai nilai,” kata CEO Circle Economy, Ivonne Bojoh.
Baca juga: Tingkat Daur Ulang Plastik di Dunia Baru 9 Persen
Selain itu juga perlu menerapkan langkah-langkah efisiensi sumber daya di seluruh proses bisnis dan rantai pasok. Misalnya melalui aturan desain produk yang fokus pada penggunaan material daur ulang dan peningkatan masa pakai produk melalui daya tahan dan kemudahan perbaikan.
Sedangkan untuk mendorong adopsi ekonomi sirkular secara luas dibutuhkan juga target-target global, seperti misalnya negosiasi perjanjian global tentang polusi plastik melalui PBB. Termasuk juga dukungan bersama dari pemerintah nasional serta sektor swasta.
Circle Economy sebelumnya telah menyimpulkan upaya untuk membatasi peningkatan suhu global sesuai dengan Perjanjian Paris tidak akan mungkin dilakukan tanpa pengurangan ekstraksi material dan upaya untuk meningkatkan penggunaan kembali dan daur ulang.
Laporan edisi 2021 menyatakan bahwa transisi yang berani menuju ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi tahunan global hingga 39 persen, dengan manfaat tambahan bagi masyarakat dan ekonomi.
sumber https://www.edie.net/report-global-economy-becoming-less-circular-despite-increased-recycling-efforts/
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya