KOMPAS.com - Industri penerbangan diketahui menghasilkan gas rumah kaca. Sebagian besar maskapai penerbangan pun tahu itu bukan hal baik sehingga mereka mencoba mengimbangi emisi karbon dari penerbangan.
Salah satu hal yang dilakukan adalah menawarkan penumpang kesempatan berinvestasi dalam pelestarian hutan untuk menyerap emisi lingkungan dari perjalanan mereka.
Namun pertanyaannya, apakah langkah itu benar-benar membantu planet atau hanya cara bagi perusahaan untuk terlihat lebih baik?
Sebuah studi baru yang dipimpin peneliti dari Universitas Boston di Massachusetts, Amerika Serikat, serta lembaga non profit Clean Air Task Force menemukan bahwa upaya yang dikenal sebagai skema kredit karbon hutan itu tidak banyak membantu lingkungan.
Hasil tersebut didapat setelah mereka memeriksa program-program yang mengatur standar yang biasanya disertifikasi oleh pemerintah atau regulator independen.
Baca juga: Apakah Melindungi Harimau di Hutan Bisa Atasi Perubahan Iklim?
"Banyak yang berminat pada kredit ini agar perusahaan dapat memenuhi tujuan keberlanjutan mereka, tetapi beberapa kredit yang telah dijual terbukti meragukan," kata Lucy Hutyra, profesor di Universitas Boston, dikutip dari Phys, Senin (19/5/2025).
Misalnya, The Guardian pernah melaporkan lebih dari 90 persen kompensasi karbon hutan hujan oleh lembaga sertifikasi tidak ada nilainya. Padahal jika dilakukan dengan benar kompensasi tersebut memiliki potensi sangat besar.
Nah, dalam penelitian mereka, Hutyra dan rekan-rekannya meneliti pasar kredit hutan sukarela di Amerika Utara, dengan fokus pada standar atau protokol yang mengatur cara menjalankan dan menyertifikasi pasar tersebut.
Contohnya, sebagian besar skema mengharuskan karbon disimpan selama periode tertentu dan memiliki protokol risiko untuk mengurangi potensi ancaman terhadap hal tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protokol yang digunakan untuk menghasilkan kredit merupakan mata rantai lemah dalam sistem pasar karbon hutan.
"Tanpa perbaikan yang signifikan, integritas pasar karbon hutan akan tetap terancam," ungkap Hutyra.
Untuk itu, perlu kredit karbon berkualitas yang lebih baik.
Menurut Hutyra pengelolaan risiko merupakan salah satu hal terbesar yang perlu ditingkatkan.
Baca juga: Satelit Biomassa Diluncurkan untuk Hitung Karbon Hutan
Ini dilakukan untuk berjaga-jaga jika hutan rusak karena bencana seperti kebakaran sehingga skema kredit karbon hutan perlu menyisihkan zona penyangga yang digunakan sebagai cadangan lahan jika lahan pelestarian utama rusak.
"Dalam sistem saat ini, risiko kumpulan penyangga sangat konservatif, estimasi risikonya sangat rendah," kata Hutyra.
Ditambah lagi, sistem tidak selalu memperhitungkan berbagai tingkat bahaya atau bagaimana risiko tersebut dapat berkembang seiring waktu.
Selain perbaikan pengurangan risiko, para peneliti mencantumkan empat hal lain yang perlu diubah, mulai dari pemantauan yang lebih baik hingga perombakan struktur pasar umum.
Mereka kemudian menyimpulkan perlu ada pemeriksaan yang lebih ketat untuk membantu memastikan bahwa program memberikan manfaat iklim.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Earth's Future ini juga merekomendasikan serangkaian pedoman dan perbaikan untuk sistem pasar karbon yang akan mendorong kredit karbon hutan berkualitas tinggi yang andal.
"Permintaan energi global meningkat, dan meskipun mendekarbonisasi sistem energi kita sangat penting, itu akan memakan waktu. Sementara itu, dampak perubahan iklim sudah terasa dan semakin cepat. Hutan, yang telah lama berfungsi sebagai penyerap karbon yang vital, semakin terancam," tambah Hutyra.
Baca juga: Berinovasi, Liverpool Rilis Jersey dengan Jejak Karbon Negatif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya