Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukung Swasembada, Pupuk Indonesia Perkuat Kolaborasi Sektor Energi Rendah Karbon

Kompas.com, 22 Mei 2025, 18:01 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan pentingnya kolaborasi antara industri pupuk dan sektor energi untuk mencapai ketahanan pangan nasional yang menjadi bagian dari visi Asta Cita pemerintah.

Sebagai wujud komitmen memperkuat sinergi tersebut, Pupuk Indonesia menandatangani dua dokumen kesepakatan awal untuk menjajaki potensi kerja sama pemanfaatan gas alam dari dua proyek migas, yakni Wilayah Kerja Masela dan Wilayah Kerja South Andaman.

Hal ini diungkapkan Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi pada ajang Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2025, di Tangerang, Rabu, (21/5/2025).

Rahmad mengatakan keterkaitan industri pupuk dengan sektor energi, khususnya minyak dan gas (migas) sangat tinggi karena gas alam merupakan bahan baku utama dalam proses produksi pupuk.

“Sektor energi memegang peranan besar dalam keberhasilan atau kegagalan ketahanan pangan Indonesia. Keberadaan pupuk berkontribusi 62 persen pada produktivitas pertanian nasional dan 75persen bahan baku pupuk berasal dari sektor migas,” jelas Rahmad.

“Kami ingin menekankan bahwa kolaborasi antara industri pupuk dan sektor energi sangatlah erat. Sektor energi memiliki peranan penting dalam kesuksesan Indonesia menuju swasembada pangan,” lanjut Rahmad Pribadi dalam acara 

Kesepakatan pertama adalah penandatanganan Head of Agreement (HoA) dengan JV INPEX Masela Ltd - PT Pertamina Hulu Energi Masela dan PETRONAS Masela Sdn. Bhd.

Penandatanganan HoA antara Pupuk Indonesia dengan konsorsium pengelola blok Masela tersebut akan menjadi langkah awal kerja sama pemanfaatan gas dari Lapangan Abadi Wilayah Kerja Masela.

Pupuk Indonesia berencana memanfaatkan pasokan gas dari Lapangan Abadi Wilayah Kerja Masela bagi pabrik blue ammonia yang akan dibangun di Pulau Yamdena, Maluku.

Pabrik yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2030 itu diperkirakan membutuhkan pasokan gas jangka panjang sebanyak 150 juta kaki kubik standar per Hari (MMSCFD).

Dengan memanfaatkan cadangan gas raksasa di Lapangan Abadi Masela, proyek ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat, serta mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Baca juga: Ilmuwan Ungkap, Hidrogen Tersembunyi Bisa Pasok Energi 170.000 Tahun

Selain penandatanganan HoA, Pupuk Indonesia dan Mubadala Energy juga menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk menjajaki potensi kerja sama pemanfaatan gas dari Wilayah Kerja South Andaman.

Melalui penandatanganan ini, kedua belah pihak akan menjajaki potensi pemanfaatan gas bumi dari Wilayah Kerja South Andaman.

Transisi energi rendah karbon

 

Penjajakan potensi kerja sama pengadaan gas dari Wilayah Kerja South Andaman ini berkaitan dengan rencana Pupuk Indonesia membangun fasilitas produksi metanol dan blue ammonia.

Proyek pabrik metanol dan blue ammonia juga berperan penting memperkuat hilirisasi dan transisi energi rendah karbon. Hal ini karena metanol dan blue ammonia merupakan komoditas energi bersih yang semakin dibutuhkan dalam ekosistem energi masa depan.

Sebagaimana diketahui, Pupuk Indonesia berencana membangun pabrik metanol dan mengembangkan blue ammonia di kawasan Nangroe Aceh Darussalam yang lokasinya berdekatan dengan Wilayah Kerja South Andaman.

Fasilitas pabrik metanol diperkirakan akan membutuhkan pasokan gas sebanyak 115 juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD). Sementara untuk pabrik blue ammonia diperkirakan membutuhkan pasokan gas sebesar 85 MMSCFD.

Melalui MoU dengan Mubadala Energy, Pupuk Indonesia tengah menjajaki kemungkinan memenuhi kebutuhan pasokan gas untuk dua fasilitas tersebut dari ladang gas Wilayah Kerja South Andaman.

Rahmad menambahkan Pupuk Indonesia akan terus mengembangkan upaya hilirisasi gas alam untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Saat ini, kata dia, perusahaan telah menjadi pemain utama dalam hilirisasi gas menjadi produk amonia dan turunannya.

Ke depan, Pupuk Indonesia juga akan memperluas portofolio hilirisasi ke produk berbasis metanol. Tidak hanya dari sisi produk, Rahmad mengatakan Pupuk Indonesia juga akan mentransformasi strategi penyediaan pasokan gas.

Baca juga: MedcoEnergi Siapkan Strategi Baru Hadapi Krisis Energi Global

Selama ini, Pupuk Indonesia membangun pabrik pupuk di dekat sumber gas guna menjamin kelangsungan pasokan. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan gas, perusahaan akan mulai mengadopsi pendekatan baru dengan memanfaatkan gas alam cair (LNG) yang lebih fleksibel.

“Ke depan kami akan mulai beralih ke LNG. Kami akan mulai menggunakan LNG dalam jumlah signifikan dan proporsinya akan terus meningkat,” tutup Rahmad.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau