KOMPAS.com-Krisis iklim telah menaikkan harga komoditas dan memperburuk kelaparan.
Hanya tindakan tegas terhadap emisi gas rumah kaca yang dapat memulihkan stabilitas ekonomi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Simon Stiell, sekretaris eksekutif konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim.
"Kekeringan di satu tempat penting seperti di Panama memiliki dampak berantai, memengaruhi komoditas esensial di seluruh dunia, mengurangi panen, mengosongkan rak-rak toko, dan mendorong orang ke dalam kelaparan. Pemanasan global tidak dapat diabaikan,'" papar Stiell, dikutip dari Guardian, Kamis (22/5/2025).
Beberapa tahun terakhir Terusan Panama mengalami kekeringan yang menyebabkan air mencapai titik terendah yang berbahaya dan mengganggu perdagangan internasional.
Baca juga: Krisis Iklim, Eropa Berpotensi Endemik DBD dan Chikungunya
Menurut Stiell krisis iklim ini bisa diatasi jika pemerintah bisa membuat rencana nasional baru tentang emisi gas rumah kaca.
“Kebijakan iklim dapat membantu kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi serta mencegah dampak iklim yang sangat merusak,” katanya.
Dengan sinyal yang tepat dari pemerintah, Stiell mengatakan investor di seluruh dunia 'siap menekan tombol mulai untuk investasi besar-besaran'.
“Jika dilakukan dengan benar, rencana ini dapat mendatangkan banyak manfaat: lebih banyak lapangan pekerjaan, lebih banyak pendapatan, dan siklus investasi yang meningkat,” katanya lagi.
Namun ia juga memperingatkan tantangan mencapai energi bersih dan ketahanan iklim, di mana negara-negara kaya maju pesat dengan energi bersih sementara negara-negara miskin tertinggal dan lebih rentan.
Ironisnya, dana iklim yang sangat dibutuhkan negara-negara miskin untuk investasi energi terbarukan dan perlindungan terhadap dampak perubahan iklim justru semakin terancam, memperburuk ketidakadilan ini.
Penarikan diri Amerika Serikat dari perjanjian Paris dan pembubaran sebagian besar bentuk bantuan luar negeri oleh pemerintahan Trump akan menyebabkan kekurangan puluhan miliar dolar dalam beberapa tahun mendatang.
Dukungan dari negara-negara maju lainnya tampaknya tidak mungkin mengisi kekosongan tersebut.
Baca juga: Pramono Anung Akan Bertemu Wali Kota Kuala Lumpur, Bahas Krisis Iklim hingga Tata Kota
Inggris juga telah memangkas bantuan luar negeri, dari 0,5 persen menjadi 0,3 persen dari PDB nasional.
“Aksi iklim adalah kepentingan semua orang, untuk stabilitas dan kemakmuran di dalam negeri dan di seluruh dunia. Inggris telah menunjukkan kepemimpinan dengan rencana nasionalnya untuk memangkas emisi gas rumah kaca," papar Catherine Pettengell, direktur eksekutif Climate Action Network, Inggris.
"Tetapi tindakan domestik saja tidak cukup. Ujian sebenarnya dari kepemimpinan iklim Inggris adalah penyediaan keuangan iklim bagi mereka yang paling tidak bertanggung jawab tetapi menderita dampak paling dahsyat dari perubahan iklim," tambahnya.
Sebagai penghasil emisi historis terbesar kelima dan ekonomi terbesar keenam, Inggris memiliki tanggung jawab dan kemampuan untuk berbuat lebih banyak untuk berinvestasi dalam aksi iklim yang dibutuhkan dan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam transisi domestik dan global.
sumber https://www.theguardian.com/environment/2025/may/20/only-strong-action-on-emissions-can-restore-economic-stability-un-climate-chief-says
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya