Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus P Sari
Konsultan

CEO Landscape Indonesia, sebuah perusahaan konsultan mengenai keberlanjutan dan ESG.

Mengimplementasikan Standar ESG di Industri Nikel Nasional

Kompas.com - 26/05/2025, 15:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Beberapa waktu ke belakang, berita mengenai bencana alam di sekitar sebuah pertambangan nikel yang membawa banyak korban, bahkan ada yang meninggal, mengemuka. Ini bukanlah kabar buruk pertama.

Telah berderet masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang dikemukakan atas proses pertambangan dan hilirisasinya, sehingga isu implementasi kaidah Environmental Social Governance (ESG) sering mengemuka. Apa yang harus dilakukan?

Semua memahami, nikel dibutuhkan dunia untuk bertransisi ke sistem energi terbarukan yang lebih berkelanjutan. Nikel adalah sumber daya alam yang sangat strategis.

Baca juga: Tantangan Industri Nikel RI: Tekanan Global hingga Kampanye Negatif

 

Dunia sedang bergerak menuju modernisasi yang membutuhkan nikel sebagai salah satu bahan baku dari proses produksi tersebut, dari komponen baterai yang digunakan di alat elektronik, kendaraan listrik, pengendali beban listrik besar, hingga baja anti-karat.

Indonesia telah menjadi eksportir produk nikel terbesar dunia. Permintaan dunia akan nikel melonjak signifikan disebabkan oleh sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Pada tahun 2021, permintaan dunia mencapai 2,8 juta ton. Pada tahun 2030, International Energy Agency memperkirakan bahwa permintaan akan melonjak hingga 4,8 juta ton.

Permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik diperkirakan akan melonjak dari 81 ton pada tahun 2020 menjadi 987 ton pada tahun 2040.

Lebih dari setengah dari ekspor nikel dunia berasal dari Indonesia. Pada 2023, Indonesia memproduksi sekitar 1,8 juta ton atau sekitar 50-55 persen produksi dunia.

Konon, Indonesia memiliki cadangan nikel sangat besar. 2,6 miliar ton berada di Sulawesi Tengah, Tenggara, dan Selatan; 1,4 miliar ton lagi di Maluki dan Maluku Utara; dan 60 juta ton di Papua dan Papua Barat.

Tantangan Industri Nikel

Sayangnya, proses penambangan dan industri hilirisasi nikel masih penuh dengan kontroversi. Ekonom (Almarhum) Faisal Basri sempat mempertanyakan benefit apa yang didapatkan oleh Indonesia melalui hilirisasi bila tax holiday 5-20 tahun, pelarangan ekspor nikel mentah yang membuat harga domesik bijih nikel jatuh di bawah harga dunia, investasi yang sebagian besar dikuasai asing, dan sebagian tenaga kerja trampil diisi orang asing asing.

Masalah sosial juga menjadi hal penting untuk diperhatikan. Konflik antara pekerja lokal dengan asing sempat membawa korban meninggal. Kecelakaan kerja akibat smelter yang meledak dan terbakar juga membawa korban yang tidak sedikit.

Masalah lingkungan lebih besar lagi. Pencemaran sungai, danau, dan pesisir oleh sedimentasi tambang membunuh ekosistem sungai yang telah lama memberikan sumber penghidupan masyarakat.

Meski demikian, permasalahan pertambangan nikel ini tampaknya tidak spesifik merupakan masalah di industri nikel. Permasalahan ini hampir merata di semua praktik pertambangan, baik mineral maupun batu bara.

Baca juga: Perusahaan Tambang Nikel Mulai Tergerak Implementasikan Sustainable Mining

 

Artinya, bila menambang nikel sebanyak 1,8 juta untuk mendukung energi terbarukan dapat menghindari penambangan batu bara yang saat ini banyaknya lebih dari 830 juta ton pada 2024 (naik dari 686 juta ton pada 2023), mungkin ini lebih baik.

Tetapi, tentu saja perbandingan jumlah produksi pertambangan ini tidak bisa digunakan untuk berargumentasi bahwa pertambangan nikel dapat beroperasi bebas tanpa aturan. Dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang ditimbulkannya harus dikelola dengan lebih baik.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Sistem Pangan Berkelanjutan Punya 3 Hambatan, Salah Satunya Makanan Murah
Pemerintah
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Inggris Genjot Tenaga Angin Darat, Target 29 GW pada 2030
Pemerintah
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
Perubahan Iklim Terlalu Cepat, Hutan Pun Sulit Beradaptasi
LSM/Figur
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Waste Station dan Single Stream Recycling, Strategi Rekosistem Ajak Anak Muda Kelola Sampah
Swasta
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
Dari Leuser hingga Jakarta, Perempuan dan Komunitas Muda Jadi Garda Depan Lingkungan
LSM/Figur
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
FIF Kembangkan UMKM hingga Pensiunan lewat Pendanaan Tanpa Bunga
Swasta
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
KG Media Kolaborasi dengan Unilever, Bikin Edukasi Lingkungan Lebih Atraktif
Swasta
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Baru 370 dari 5000 Sekolah di Jakarta Tanamkan Pendidikan Lingkungan
Swasta
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
36 Atraktor Dipasang di Belitung Timur, Bantu Nelayan Dapat Cumi
Swasta
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
KLH Akan Cabut Izin Lingkungan 9 Usaha Pemicu Longsor di Puncak
Pemerintah
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Banjir Masih Akan Hantui Indonesia, Lemahnya Monsun Australia Faktor Cuacanya
Pemerintah
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
KLH: Perusahaan Harus Ikut PROPER, Banyak yang Belum Patuh
Pemerintah
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau