KOMPAS.com - Di tengah peningkatan risiko perubahan iklim, urbanisasi, dan tekanan yang kian besar terhadap sumber daya alam (SDA) di Asia, pengembangan properti kini tidak bisa lagi sekadar membangun gedung.
Pengembangan kawasan juga perlu mengedepankan pembentukan ketangguhan komunitas untuk masa depan.
Pesan tersebut menjadi inti paparan dari General Manager Sustainability Sime Darby Property (SDP) Dr Yasmin Rasyid dalam pidato kunci bertema “Fostering Resilient Communities The Sime Darby Property Approach” pada Asia ESG Summit 2025.
Pada kesempatan itu, Yasmin mengungkapkan bahwa hampir 70 persen dari sekitar 9-10 miliar penduduk dunia akan tinggal di kawasan perkotaan pada 2025.
Perubahan tersebut membuat kota-kota harus terus berkembang untuk menampung ratusan juta warga baru.
Baca juga: Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
“Tren ini akan memberikan tekanan yang sangat besar pada pusat-pusat metropolitan,” ujar Yasmin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
Sebagai salah satu pengguna terbesar semen, baja, dan energi, sektor properti pun berada pada posisi yang krusial.
Industri itu kini memikul tanggung jawab besar untuk mengelola penggunaan air secara bijak, menekan emisi karbon, serta memastikan kesejahteraan jangka panjang dan ketangguhan komunitas yang dibangunnya.
Bagi SDP, keberlanjutan dimulai dari tingkat tertinggi organisasi. Struktur tata kelola menjadi penggerak utama berbagai inisiatif agar aspek lingkungan, sosial, dan etika terintegrasi dalam perencanaan, operasional, serta strategi jangka panjang perusahaan.
Meski perhatian publik kerap tertuju pada pilar lingkungan dalam Environmental, Social, and Governance (ESG), Yasmin menegaskan bahwa tata kelola justru memegang peran paling menentukan.
Baca juga: Membuka Jalur Baru, Saatnya Asia Menyeimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dengan Ambisi Hijau
Menurutnya, aspek tata kelola menjadi pendorong utama keberhasilan penerapan ESG.
Tanpa komitmen kepemimpinan yang jelas, termasuk kebijakan dan tata kelola yang tepat, agenda lingkungan dan sosial akan sulit dijalankan secara efektif dan berkelanjutan.
Prinsip tersebut pun menjadi dasar pendekatan SDP dalam membangun kawasan hunian yang tangguh.
Melalui pendekatan itu, kawasan dirancang agar masyarakat dapat hidup, bekerja, dan beraktivitas selaras dengan alam. Pendekatan ini juga menjadikan keanekaragaman hayati perkotaan sebagai bagian inti dari perencanaan.
Komitmen tersebut diperkuat oleh inisiatif berbasis sains yang telah melalui proses audit, termasuk jalur dekarbonisasi yang diakui untuk menurunkan emisi karbon Scope 1 dan Scope 2 hingga 40 persen.
Ilustrasi konsep pembangunan kawasan tangguh berbasis ESG yang menempatkan keanekaragaman hayati, energi terbarukan, dan ruang hidup selaras dengan alam sebagai fondasi perencanaan.Berbagai langkah konkret, seperti optimalisasi penggunaan energi, penerapan sistem bangunan pintar, serta pemasangan panel surya atap yang dalam catatan Yasmin kini semakin terjangkau ketimbang dekade lalu, menunjukkan bahwa cara tata kelola strategis mampu menerjemahkan visi menjadi dampak yang terukur.
Baca juga: Asia ESG Summit 2025 Digelar di Malaysia, Bahas Ekonomi Masa Depan Berbasis Keberlanjutan
Selain menurunkan emisi karbon, ketangguhan terhadap perubahan iklim kini menjadi bagian penting dalam perencanaan SDP.
Aspek ini telah diintegrasikan sejak tahap awal pengembangan kawasan, bukan sekadar ditambahkan di tahap akhir.
Pendekatan tersebut terlihat pada pengembangan Bandar Bukit Raja Town Park. Kawasan ini tidak hanya dirancang sebagai ruang rekreasi publik, tetapi juga memiliki fungsi sebagai area retensi banjir yang mampu menampung hingga 50.000 meter kubik air saat hujan lebat.
“Solusi berbasis alam harus dirancang sejak awal perencanaan, bukan ditambahkan setelah pengembangan. (Apalagi) risiko iklim kini menjadi salah satu perhatian utama bagi perbankan dan investor,” jelas Yasmin.
Oleh karena itu, lanjutnya, SDP memanfaatkan pemodelan iklim dan perangkat ilmu tata air untuk menilai kerentanan di seluruh kawasan guna melindungi penghuni dan lingkungan sekaligus.
Baca juga: Asia ESG Summit 2025 Segera Digelar, Bahas Kolaborasi Menuju Masa Depan Berkelanjutan
SDP memandang bahwa keanekaragaman hayati bukan sebagai beban biaya, melainkan nilai strategis yang penting.
Dengan mengembangkan kawasan di atas lahan perkebunan kelapa sawit yang telah digunakan sebelumnya ketimbang membuka kawasan hutan serta secara aktif meningkatkan habitat alami, perusahaan berupaya meminimalkan jejak ekologisnya.
Komitmen tersebut telah diwujudkan melalui penanaman dan pemantauan 18 spesies pohon asli dan terancam punah sejak 2016.
Pendekatan itu juga tecermin dalam inisiatif berdampak tinggi, seperti Elmina Urban Biodiversity Corridor di City of Elmina.
Proyek restorasi sungai tersebut berhasil menghubungkan kembali jalur pergerakan satwa liar di kawasan perkotaan.
Baca juga: ESG PIA 2024 Tetapkan Wakil Malaysia untuk Bersaing di Asia ESG PIA 2025
“Bisakah kita mengembangkan kawasan permukiman menjadi beragam secara biologis setelah membangunnya?” tutur Yasmin.
Menurutnya, keberhasilan upaya tersebut sangat bergantung pada tata kelola sosial. Melalui program edukasi tentang ekosistem, perusahaan memastikan dukungan masyarakat dengan menyatakan bahwa nilai sejati keanekaragaman hayati tidak dapat direalisasikan dan pelestariannya tidak bisa dijamin tanpa pemahaman aktif dan pengelolaan secara bertanggung jawab dari komunitas lokal.
Integrasi berbagai upaya itu dapat menciptakan manfaat lintas generasi yang pada akhirnya turut meningkatkan kualitas hidup dan memperkuat ketangguhan komunitas dalam menghadapi dinamika lingkungan yang tidak terhindarkan.
Perusahaan beroperasi berdasarkan perpaduan strategis antara manusia, keuntungan, dan tujuan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menyadari bahwa target lingkungan perlu berjalan seimbang dengan tanggung jawab sosial serta kelayakan finansial.
Keselarasan tersebut didasarkan pada struktur tata kelola yang menanamkan praktik etis, transparansi rantai pasok, dan perlindungan hak asasi manusia secara konsisten. Dengan fondasi ini, kebijakan ESG tidak hanya dijalankan, tetapi juga dapat diukur secara nyata.
Baca juga: Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Yasmin menegaskan secara realistis bahwa keberlanjutan membutuhkan dukungan finansial.
“Perusahaan perlu tetap menghasilkan keuntungan, tapi keuntungan tersebut diarahkan untuk membangun komunitas yang lebih kuat dan berdaya tahan,” ucap Yasmin.
Komitmen tersebut diterjemahkan melalui perspektif multi-generasi. Lewat perspektif ini, setiap kawasan dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan tiga hingga empat generasi ke depan.
Pendekatan itu mampu mendorong investasi jangka panjang pada infrastruktur hijau, ketahanan terhadap banjir, dan keanekaragaman hayati sehingga tercipta warisan positif yang berkelanjutan bagi penghuni serta lingkungan.
Tantangan yang dihadapi pengembang kini semakin jelas, yakni mengelola pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat serta secara bersamaan melindungi SDA.
SDP membuktikan bahwa keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan dapat dicapai.
Model yang diterapkan mengintegrasikan tata kelola, perencanaan matang, serta komitmen terhadap keanekaragaman hayati untuk membangun kawasan hunian yang tangguh dan berkelanjutan.
“Tujuan kami sederhana,” tutur Yasmin, “Yaitu membangun ruang tempat manusia dan alam dapat hidup berdampingan serta membuka peluang bagi generasi mendatang untuk berkembang.”
Komitmen itu telah diwujudkan melalui perencanaan berbasis iklim dan tata kelola yang didukung sains.
Dengan pendekatan tersebut, infrastruktur hijau, seperti taman, sungai, dan pepohonan, menjadi bagian integral dari ekosistem hidup, bukan sekadar fasilitas tambahan.
Melalui standar ini, SDP menghadirkan tolok ukur penting bagi masa depan pengembangan kawasan perkotaan yang berkelanjutan di Asia.
Infobox Sime Darby Property.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya