JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Genetika Ekologi IPB University, Ronny Rachman Noor, mengungkapkan bahwa pembukaan lahan dan pembangunan memicu kemunculan buaya di permukiman.
Pasalnya, habitat asli hewan buas tersebut terganggu akibat ekspansi permukiman manusia. Ronny menjelaskan, buaya merupakan hewan teritorial yang membutuhkan area luas khususnya bagi pejantan.
"Saat musim kawin, buaya jantan menjadi sangat agresif, dan mereka juga memerlukan ruang luas untuk berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup serta berkembang biak,” ujar Ronny dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
Ketika wilayahnya menyempit karena alih fungsi lahan, buaya cenderung masuk ke kawasan yang ditinggali manusia untuk mencari makan.
Baca juga: Kemenhut Tangani 10 Kasus Kejahatan Hutan, dari Perambahan hingga Perdagangan Satwa
“Dalam kondisi ini, buaya akan menyusuri area baru, termasuk permukiman karena wilayah aslinya tidak lagi mencukupi untuk bertahan hidup,” ucap Ronny.
Karena itu, masyarakat perlu memahami dan menghormati ruang hidup satwa liar seperti buaya. Di Australia, misalnya, di mana populasi buaya liar dikelola dalam area konservasi yang dijaga ketat, masyarakat setempat juga bisa berwisata edukasi di kawasan konservasi tersebut.
“Ketika manusia dapat hidup berdampingan dengan alam liar, maka akan tercipta keharmonisan yang membuat bumi ini menjadi lestari,” jelas dia.
Di sisi lain, Ronny menekankan agar masyarakat tidak menyakiti atau mencoba mengusir buaya sendiri dan langsung melapor ke petugas. Sebab, buaya akan menjadi agresif saat mengalami stres apabila mendapatkan perlakuan kasar manusia.
Baca juga: Mangrove Rumah bagi 700 Miliar Satwa Komersial, Kerusakannya Picu Krisis
“Buaya memiliki insting kuat terhadap keberadaan makanan. Sehingga jika tidak dipindahkan ke habitat baru yang aman, kemungkinan besar mereka akan kembali ke lokasi sebelumnya,” ucap Ronny.
Dia lantas meminta masyarakat tak sembarangan memelihara buaya liar. Upaya konservasi berjalan seiring dengan edukasi publik harus dilakukan, supaya masyarakat memahami risiko dan dampak negatif dari perdagangan serta pemeliharaan ilegal satwa liar terutama spesies predator seperti buaya muara.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya