Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Terancam Tenggelam, Penduduk Tuvalu Daftar Visa Perubahan Iklim Australia

Kompas.com, 28 Juni 2025, 18:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Lebih dari sepertiga warga negara Tuvalu telah mendaftar untuk mendapatkan visa iklim pertama di dunia, yang akan memungkinkan mereka untuk bermigrasi secara permanen ke Australia.

Program visa iklim Australia untuk warga Tuvalu dibuka untuk pendaftaran pertama pada 16 Juni.

Namun, pendaftar visa untuk program tersebut membludak sementara hanya tersedia 280 visa yang akan diberikan kepada warga Tuvalu setiap tahun melalui undian acak.

Departemen Luar Negeri Australia telah menetapkan program visa ini sebagai respons penting terhadap ancaman perpindahan penduduk yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Mengutip BBC, Sabtu (28/6/2025) dengan ketinggian hanya lima meter di atas permukaan laut, kepulauan Pasifik yang kecil ini merupakan salah satu negara yang paling terancam  di dunia.

Baca juga: Perubahan Iklim Pangkas Panen Global Meski Petani Sudah Beradaptasi

Sementara menurut angka sensus tahun 2022, negara kepulauan ini merupakan rumah bagi 10.643 orang.

Setelah di bukanya program visa perubahan iklim, hingga 27 Juni sudah ada 1.124 aplikasi yang masuk, yang mencakup 4.052 warga negara Tuvalu termasuk anggota keluarga.

Jika berhasil, pemegang Pacific Engagement Visa akan diberikan izin tinggal permanen tanpa batas waktu di Australia.

Ini berarti mereka bisa tinggal di Australia selamanya. Selain itu, mereka akan memiliki kemampuan untuk bepergian masuk dan keluar negara tersebut dengan bebas yang memberikan mereka fleksibilitas perjalanan yang tinggi.

Visa ini tidak hanya memberikan izin tinggal, tetapi juga akses penuh ke berbagai layanan sosial dan pendidikan penting di Australia, setara dengan yang diterima warga negara Australia sendiri.

Baca juga: Perubahan Iklim, Perempuan Terpaksa Jadi Tulang Punggung Tanpa Jaminan Sosial

Jenis visa baru ini yaitu Pacific Engagement Visa dibuat sebagai bagian dari perjanjian yang disebut "Australia-Tuvalu Falepili Union".

Perjanjian ini diumumkan pada Agustus 2024, dan di dalamnya termasuk komitmen dari Canberra untuk mendukung Tuvalu dalam menghadapi berbagai ancaman, seperti bencana alam, keadaan darurat kesehatan masyarakat dan agresi militer.

"Untuk pertama kalinya ada sebuah negara yang berkomitmen secara hukum untuk mengakui status kenegaraan dan kedaulatan Tuvalu di masa depan, tidak peduli seberapa parah dampak kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh perubahan iklim terhadap daratannya," kata Perdana Menteri Tuvalu Feleti Teo.

Ilmuwan di NASA sendiri telah memperkirakan bahwa sebagian besar daratan dan infrastruktur penting di Tuvalu akan berada di bawah permukaan air pasang saat ini pada tahun 2050.

sumber https://www.bbc.com/news/articles/cvg9750vvwxo

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-Paru dari Dampak Polusi Udara
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-Paru dari Dampak Polusi Udara
LSM/Figur
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Waspada Hujan Lebat Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
LSM/Figur
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Pemerintah
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Pemerintah
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
LSM/Figur
1.050 Petugas Kebersihan Disiagakan Saat Ibadah Natal 2025 di Jakarta
1.050 Petugas Kebersihan Disiagakan Saat Ibadah Natal 2025 di Jakarta
Pemerintah
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
2 Nelayan Perempuan Asal Maluku dan Papua Gerakkan Ekonomi Keluarga Pesisir
Pemerintah
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Saat Anak Muda Diajak Kembali ke Sawah lewat Pendekatan Inovatif
Pemerintah
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
4 Orangutan Korban Perdagangan Ilegal Dipulangkan ke Indonesia dari Thailand
Pemerintah
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau