JAKARTA, KOMPAS.com - Global Environmental Facility (GEF) melalui program Terpadu Hutan Asia Tenggara dan Pasifik mengucurkan dana 42,4 juta dollar AS atau Rp 638 miliar dan pembiayaan bersama senilai 185 juta dollar AS atau Rp 3 triliun.
Dana hibah tersebut akan diberikan ke tiga proyek di Republik Demokratik Rakyat Laos, Papua Nugini, dan Thailand serta satu proyek koordinasi regional yang bertujuan untuk melindungi hutan primer di Asia Tenggara dan Pasifik.
“Melestarikan hutan tropis primer merupakan respons terbaik terhadap krisis lingkungan yang mendesak, yang merupakan ancaman bagi kesejahteraan manusia secara global dan hal tersebut dapat mendukung pembangunan hijau," kata CEO dan Ketua GEF, Carlos Manuel Rodriguez, dalam keterangannya, Sabtu (28/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa pendanaan bertujuan mewujudkan komitmen maupun kemauan politik untuk mengatasi hilangnya kawasan hutan.
Baca juga: Hutan Bersuara, Demokrasi Bergema
"Upaya ini memiliki banyak manfaat bagi pembangunan manusia serta ekosistem dan sepenuhnya selaras dengan implementasi Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal," imbuh Rodriguez.
Sementara itu, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyampaikan program pendanaan dimaksudkan meningkatkan pengelolaan 3,2 juta hektare kawasan lindung dan lebih dari 7 juta hektare lanskap. Lainnya, memulihkan 8.500 hektar ekosistem yang terdegradasi hingga memangkas 34 juta ton emisi gas rumah kaca.
Asisten Direktur Jenderal FAO dan Perwakilan Regional untuk Asia dan Pasifik, Alue Dohong, mengatakan bahwa hutan primer sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Ia menilai, program kerja sama antarnegara itu turut mendorong aksi wilayah dalam melestarikan, melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pemanfaatan berkelanjutan lanskap hutan primer.
"Kolaborasi lintas negara dan organisasi ini akan menekan risiko hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim untuk produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik," ucap Alue.
Baca juga: Penanaman Hutan di Wilayah Tropis Jadi Strategi Atasi Krisis Iklim
Adapun hutan Indo-Malaya membentang dari Bhutan hingga Papua Nugini yang menjadi rumah bagi lebih dari 5.000 spesies yang terancam punah. FAO mencatat, 60 persen vegetasi aslinya telah hilang, dan hutan primer yang tersisa tertekan akibat pertanian tidak berkelanjutan, penebangan, serta persaingan penggunaan lahan.
Program pendanaan GEF dipimpin International Union for the Conservation of Nature (IUCN) dan FAO.
Program ini akan mendukung pengembangan kebijakan, kerangka kerja, dan strategi yang koheren di tingkat nasional dan regional untuk membantu meminimalkan hilangnya hutan primer dan mempromosikan pengakuan mekanisme konservasi berbasis area yang efektif lainnya di lanskap hutan primer.
Baca juga: Seluas 17.000 Hektar, Ruang Hidup Suku Boti Perlu Segera Jadi Hutan Adat
"Dengan meningkatnya tekanan pada hutan-hutan ini, program baru ini menawarkan peluang yang tepat waktu dan transformatif untuk membalikkan keadaan," ungkap Direktur Jenderal IUCN, Grethel Aguilar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya