KOMPAS.com - Data PBB menunjukkan industri fashion bertanggung jawab atas hingga 8 persen dari emisi gas rumah kaca (GRK) yang memanaskan planet.
Menyadari dampak ini, banyak perusahaan di industri fashion telah berjanji untuk mengatasi masalah ini.
Janji tersebut diwujudkan dalam bentuk target untuk mencapai net zero pada tahun 2050 atau lebih cepat untuk mengurangi emisi mereka.
Namun, meski banyak perusahaan fashion telah berjanji untuk mengurangi emisi, kenyataannya sangat sedikit upaya yang terlihat untuk mewujudkan janji tersebut di sepanjang rantai pasok mereka, terutama di negara-negara produsen tekstil utama seperti Bangladesh, India, dan Kamboja.
“Merek-merek bergerak terlalu lambat,” kata Todd Paglia, direktur eksekutif Stand.earth, sebuah kelompok advokasi nirlaba lingkungan yang berbasis di Amerika Utara, dikutip dari Eco Business, Kamis (3/7/2025).
Baca juga: Dari Krisis ke Kesadaran, Perjalanan Slow Fashion Chynthia Suci Lestari
Hasil survei terbaru dari Stand.earth mengenai upaya merek-merek fashion dalam mengurangi emisi mereka di tahun 2025 mengungkapkan sebanyak sepertiga dari total 42 merek fashion yang disurvei berhasil memangkas emisi mereka sebesar 10 persen.
Di sisi lain, 40 persen dari merek yang disurvei justru mengalami peningkatan emisi, menunjukkan bahwa banyak merek masih belum serius atau belum berhasil dalam upaya dekarbonisasi mereka.
Penelitian menemukan hanya sebagian kecil dari merek-merek terkemuka yang benar-benar memberikan pendanaan untuk upaya pengurangan emisi.
Kurangnya pendanaan dari merek-merek ini memberikan tekanan pada pabrik dan pemasok yang sering kali berada di negara-negara berkembang dan mungkin tidak memiliki kekuatan finansial yang cukup sehingga tidak mampu beralih ke proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
"Merek membebankan target ambisius mereka kepada pemasok untuk melakukan dekarbonisasi rantai nilai merek," kata Mohiuddin Rubel, direktur di pembuat tekstil Denim Expert Ltd.
Laporan Stand.earth mengungkapkan pula hanya enam merek yang melaporkan bahwa mereka menawarkan pembiayaan proyek untuk upaya dekarbonisasi pemasok.
Di antara mereka adalah raksasa ritel Swedia H&M, yang telah mendukung 23 pemasok yang lebih kecil untuk berinvestasi dalam teknologi rendah karbon.
“Merek perlu menerima bahwa akan ada biaya untuk transisi iklim, karena mengharapkan tidak adanya biaya untuk proses yang cepat ini agak aneh,” kata Kim Hellström, manajer keberlanjutan senior di H&M.
Baca juga: Berawal dari Musibah, Kisah Nurdini Prihastiti Beri Berkah lewat Fashion Inklusif
Dan jika merek mengalokasikan anggaran untuk tujuan keberlanjutan mereka, sebenarnya hal itu akan membangun kemitraan yang lebih baik dengan para pemasok.
"Bagi merek, ini tentang mempersiapkan bisnis mereka di masa depan dan bagi pemasok itu untuk memastikan mereka tetap relevan dengan merek," tambah Kristina Elinder Liljas, direktur senior keuangan dan keterlibatan berkelanjutan di Apparel Impact Institute (AII), sebuah lembaga nirlaba yang mempromosikan investasi berkelanjutan..
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya