Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikan Mati Massal Lagi di Kali Surabaya, Tak Kunjung Usai Sejak 1975

Kompas.com - 03/07/2025, 20:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyoroti berulangnya kematian massal ikan di Kali Surabaya, Jawa Timur.

Manager Science, Art and Communication Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan bahwa kualitas di kali tersebut kian menurun. Bahkan masih ditemukan tragedi ikan mati massal pada 19 Juni 2025.

Padahal anak Sungai Brantas ini menjadi sumber kehidupan masyarakat Jawa Timur.

"Kualitas air memburuk pada musim kemarau, biota air menurun, dan ikan mati tetap menjadi pemandangan rutin. Dalam 50 t ahun terakhir, industri dari berbagai sektor seperti penyedap rasa, kertas, gula, dan logam terindikasi sebagai pencemar utama," ujar Prigi dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).

Baca juga: Tingkat Merkuri Sungai-sungai Dunia Berlipat Ganda Pasca-Revolusi Industri

Pihaknya menilai, pemerintah perlu memulihkan kondisi Kali Surabaya sekaligus meningkatkan pengawasan aktivitas industri yang berdiri di sepanjang aliran sungai.

Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!
Kompas.id
Pilih idol K-Pop/aktor K-Drama favoritmu & dapatkan Samsung Galaxy Fit3!

Prigi mencatat, insiden banyaknya ikan mati dimulai pada 1975 ketika limbah cair dari pabrik aditif makanan satu perusahaan yang diduga menyebabkan kemarian ikan di wilayah Wonokromo.

"Bau amis dan bangkai ikan memenuhi Kali Surabaya. PDAM terpaksa menghentikan suplai air selama enam jam, menyusul tersumbatnya pipa dan rusaknya filter penyaring air di Ngagel," ucap dia.

Kala itu, ikan yang mati sempat dikonsumsi oleh warga. Setelahnya, ikan-ikan kembali mati, air sungai berubah warna, dan warga kembali merasakan dampaknya.

Baca juga: Ecoton Temukan Mikroplastik pada Organisme Sungai di Kali Surabaya

Pemerintah kemudian membentuk Tim Komisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup (TKPPLH). Prigi menyebut, industri diminta membangun instalasi pengolahan limbah (IPAL).

"Pencemaran kembali terjadi pada tahun 1977, kali ini berasal dari pabrik-pabrik yang berdiri di sepanjang Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik," papar Prigi.

"Sejak saat itu, pencemaran menjadi kejadian rutin tahunan, dengan dampak signifikan terhadap ekosistem sungai, populasi ikan lokal, dan kesehatan masyarakat," imbuh dia.

Ecoton, ungkap dia, sempat menggugat Gubernur Jawa Timur yang menjabat saat itu atas kelalaian dalam pengelolaan Sungai Brantas melalui gugatan dengan nomor perkara 08/Pdt.G/2019/PN.Sby.

Pihaknya menuntut pertanggungjawaban negara atas kematian ikan massal serta pencemaran yang terus terjadi.

Baca juga: Cemari Sungai, Pengelola TPA Jatiwaringin dan PerusahaanSwasta Diancam Pidana

"Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat," tutur dia.

Selain itu, memasukkan program pemulihan kualitas air dalam anggaran negara, dan memasang sistem CCTV di semua outlet pembuangan limbah industri.

"Meskipun Mahkamah Agung telah menolak kasasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga 2025 putusan tersebut belum dijalankan secara nyata," jelas Prigi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
5 Warga Yogyakarta Meninggal akibat Leptospirosis, Dinkes Perkuat Deteksi dan Survei Lingkungan
Pemerintah
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
Ekowisata Lumba-lumba Bisa Untungkan Warga, tapi Perlu Rambu-rambu
LSM/Figur
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Gula dan Minyak Goreng Juga Sumber Emisi, Industri Perlu Hitung Dampaknya
Swasta
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Cegah Banjir, Pemprov DKI Siagakan Pasukan Oranye untuk Angkut Sampah Sungai
Pemerintah
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Greenpeace: Hujan Juli Bukan Anomali, Tanda Krisis Iklim karena Energi Fosil
Pemerintah
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
Anoa dan Babirusa Buktikan, Pulau Kecil Kunci Jaga Keanekaragaman
LSM/Figur
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
Triwulan I 2025, BRI Catat Pembiayaan Hijau Capai Rp 89,9 Triliun
BUMN
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
Kelinci Terlangka di Dunia Terekam Kamera Jebak di Hutan Sumatera
LSM/Figur
Menteri LH Minta Perusahaan Bantu Kelola Sampah Warga Pakai Dana CSR
Menteri LH Minta Perusahaan Bantu Kelola Sampah Warga Pakai Dana CSR
Pemerintah
Lumba-Lumba Muncul di Laut Jakarta, Jadi Momentum Perkuat Perlindungan Perairan
Lumba-Lumba Muncul di Laut Jakarta, Jadi Momentum Perkuat Perlindungan Perairan
LSM/Figur
Kemenperin Dorong Industri Lapor Emisi Lewat SIINas
Kemenperin Dorong Industri Lapor Emisi Lewat SIINas
Pemerintah
Pertamina Gandeng Kelompok Tani Hutan Perkuat Perhutanan Sosial
Pertamina Gandeng Kelompok Tani Hutan Perkuat Perhutanan Sosial
BUMN
Pemerintah Resmikan Pasar Perdagangan Sertifikat EBT ICDX
Pemerintah Resmikan Pasar Perdagangan Sertifikat EBT ICDX
Swasta
Perubahan Iklim, Situs Warisan Dunia Terancam Kekeringan atau Banjir
Perubahan Iklim, Situs Warisan Dunia Terancam Kekeringan atau Banjir
LSM/Figur
Ancaman Tersembunyi Perubahan Iklim, Bikin Nutrisi Makanan Turun
Ancaman Tersembunyi Perubahan Iklim, Bikin Nutrisi Makanan Turun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau