Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkat Merkuri Sungai-sungai Dunia Berlipat Ganda Pasca-Revolusi Industri

Kompas.com - 12/06/2025, 19:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Penelitian baru dari Universitas Tulane di AS mengungkap, kadar merkuri sungai-sungai dunia telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak era pra-industri.

Temuan ini merupakan data dasar pertama kadar merkuri sungai global.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science Advances menggunakan model komputer canggih untuk memperkirakan aliran merkuri di sungai.

Peneliti menemukan bahwa jumlah merkuri yang diangkut oleh sungai ke laut telah meningkat drastis dari sekitar 390 metrik ton per tahun sebelum era industri menjadi sekitar 1.000 metrik ton per tahun saat ini.

Penulis utama, Yanxu Zhang, profesor madya ilmu Bumi dan lingkungan di Sekolah Sains dan Teknik Tulane, menyebut pendorong utama peningkatan tersebut adalah pembuangan air limbah, erosi tanah, dan pelepasan merkuri dari kegiatan industri dan pertambangan.

"Aktivitas manusia telah mengganggu siklus merkuri global dalam setiap aspek," kata Zhang, dikutip dari Phys, Kamis (12/6/2025).

Baca juga: Beracun dan Berbahaya, KLH Minta Daerah Siapkan Rencana Bebas Merkuri

Aktivitas manusia telah mengganggu seluruh siklus merkuri di alam, dan yang lebih penting, jalur sungai sebagai "pipa" utama untuk mengalirkan merkuri dari limbah kota dan industri telah diabaikan dalam penelitian sebelumnya.

Temuan tersebut memiliki implikasi signifikan bagi kesehatan manusia dan satwa liar, karena senyawa merkuri merupakan neurotoksin kuat yang dapat terakumulasi dalam ikan dan menimbulkan risiko kesehatan melalui konsumsi.

Para peneliti mencatat bahwa sungai-sungai di dekat habitat satwa liar yang kritis, termasuk jalur migrasi burung utama di Asia Timur dan Amerika Utara, telah mengalami peningkatan kadar merkuri yang mengkhawatirkan.

"Penetapan batas dasar untuk merkuri sungai selama era pra-industri dapat berfungsi sebagai titik acuan utama," papar Zhang.

Dalam studinya, para peneliti mengembangkan model komputer canggih bernama MOSART-Hg untuk memperkirakan kadar merkuri di sungai pada era pra-industri.

Untuk memastikan model akurat, mereka membandingkan hasil simulasi model dengan data merkuri aktual yang ditemukan dalam inti sedimen kuno dari berbagai belahan dunia.

Baca juga: Indonesia Alami Krisis Lingkungan, Bagaimana Harus Kampanye ke Gen Z?

Pola regional mengungkapkan peningkatan paling dramatis dalam polusi merkuri terjadi di Amerika Utara dan Selatan yang berkontribusi 41 persen dari pertumbuhan global merkuri sungai sejak tahun 1850, diikuti oleh Asia Tenggara (22 persen) dan Asia Selatan (19 persen).

Studi juga mengidentifikasi penambangan emas skala kecil dan artisanal (ASGM) sebagai kontributor yang sangat signifikan terhadap pencemaran merkuri di Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan sebagian Afrika.

Di wilayah Amazon, misalnya, kadar merkuri telah melonjak karena peningkatan erosi tanah akibat penggundulan hutan dan pelepasan merkuri dari aktivitas penambangan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
IPB Ajak Guru di Kediri Rancang Pembelajaran Gizi Seimbang Berbasis EcoFun
LSM/Figur
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Debu Setara 300 Piramida Giza Melayang per Tahun, Ancam 330 Juta Jiwa
Pemerintah
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Asia Dominasi Produksi Listrik Bersih, tetapi Masih Terpusat di China
Pemerintah
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
Pertamina Lestarikan Hutan di Besakih Bali dengan Tanaman Energi
BUMN
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Transisi Energi Eropa: Surya Meraja, Tendang Batu Bara ke Titik Terendahnya
Pemerintah
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
Sederet Tantangan Dekarbonisasi Transportasi, dari Bahan Bakar sampai Insentif EV
LSM/Figur
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
Di Mana Keadilan Iklim? Yang Kaya Boros Energi, Yang Miskin Tanggung Dampaknya
LSM/Figur
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
Kisah Relawan RS Kapal Nusa Waluya II - PIS, dari Operasi di Tengah Ombak hingga Mendapat Buah-buahan
BUMN
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
China Terapkan Standar Energi Terbarukan Pertama untuk Sektor Baja dan Semen
Pemerintah
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Satgas PKH Kuasai 2 Juta Hektar Lahan Sawit, Selanjutnya Apa?
Pemerintah
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Dorong Capaian SDGs, ITS Gelar Pemeriksaan Gratis Deteksi Kanker untuk Perempuan
Swasta
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Susul Bank AS, HSBC Keluar dari Aliansi Iklim Perbankan Dunia
Swasta
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Teknologi China Tembak CO2 dan Metana, Pangkas Dua Emisi Sekaligus
Pemerintah
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Inovasi Perekat Rendah Emisi, Lebih Aman untuk Rumah dan Lingkungan
Pemerintah
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
Ahli Ungkap 3 Strategi Pengembangan Ternak Pedaging Berkelanjutan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau