Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO

Kompas.com, 6 Juli 2025, 19:04 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Penggunaan bus listrik dalam transportasi publik berpotensi signifikan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Berdasarkan penelitian Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, penerapan bus listrik di 11 kota bisa mengurangi emisi GRK hingga 24 persen pada 2030, setara sekitar 900.000 ton CO2 atau seperti menanam 3,6 juta pohon yang tumbuh selama sepuluh tahun.

Namun, manfaat lingkungan ini dinilai belum cukup menjamin keberlanjutan. Tanpa komitmen dan dukungan kebijakan yang menyeluruh, program elektrifikasi berisiko menjadi tren sesaat yang mahal, tanpa menjawab krisis mobilitas dan iklim secara struktural.

“Setiap kota punya tantangan berbeda. Pendekatan implementasi harus sesuai dengan kondisi lokal,” tulis ITDP dalam laporannya, Sabtu (5/7/2025).

ITDP mencatat sejumlah hambatan mendasar dalam upaya elektrifikasi transportasi publik. Di banyak kota, kapasitas fiskal terbatas, otoritas transportasi belum mapan, dan koordinasi antar lembaga lemah.

Sementara di tingkat nasional, tidak adanya target yang mengikat dan kebijakan yang tidak konsisten membuat transisi dari bus berbahan bakar fosil menjadi bus listrik berjalan lambat.

Baca juga: 70 Bus Listrik dari China Tiba, Damri Perkuat Transportasi Hijau

Kota Jakarta kerap disebut sebagai pelopor elektrifikasi transportasi publik dengan uji coba Transjakarta pada 2019. Sejak 2022, ITDP melakukan pendampingan dan evaluasi untuk memastikan kinerja serta pembelajaran awal dari implementasi bus listrik terdokumentasi dengan baik.

Namun, pengalaman Jakarta tidak serta-merta bisa direplikasi ke kota lain. ITDP menyebut, tanpa insentif fiskal dan nonfiskal yang memadai serta pedoman pelaksanaan yang jelas, program elektrifikasi di daerah lain terancam menjadi proyek simbolik yang tidak berkelanjutan.

Sejumlah kota memang mulai mengadopsi bus listrik. Medan mengoperasikan 60 unit bus listrik dalam sistem BRT Trans Mebidang sejak 2024. Surabaya mengoperasikan 12 unit, setelah sebelumnya menggunakan 14 unit saat KTT G20. Yogyakarta dan Semarang juga memulai dengan masing-masing dua unit bus listrik.

ITDP juga menyarankan agar elektrifikasi dimulai dari segmen yang lebih ringan, seperti Mobil Penumpang Umum (MPU) atau angkutan pengumpan (feeder), yang dinilai lebih hemat biaya dan dapat memperluas cakupan transportasi publik.

Baca juga: Emisi Transportasi Darat Diprediksi Capai Puncaknya Tahun Ini

Kota Pekanbaru menjadi contoh awal dengan meluncurkan layanan feeder listrik pada Juni 2025. Kota ini menjadi yang pertama mengoperasikan layanan feeder listrik secara reguler, bukan sekadar uji coba.

Meski demikian, adopsi bus listrik secara nasional masih tertinggal.

“Sebagian besar kota masih kesulitan dalam implementasi,” ungkap ITDP. Saat ini, hanya 376 unit bus listrik yang beroperasi di lima kota di Indonesia.

Dari sisi teknologi, kemajuan mulai terlihat.  Jika hingga 2020 hanya tersedia kurang dari lima model bus listrik, sejak 2022 sejumlah karoseri lokal telah memproduksi bus listrik CKD hasil kerja sama dengan produsen global. Pada 2024, Transjakarta menguji lebih dari 20 model bus listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40 persen, termasuk bus besar dan menengah. Surabaya pun mulai mengoperasikan bus listrik medium secara reguler.

Namun, ketersediaan teknologi tidak otomatis menjamin transformasi. Sebagian besar implementasi masih terbatas pada uji coba skala kecil.

Produksi massal belum terjadi karena tidak adanya kepastian permintaan dari sektor transportasi publik. Ketidakpastian ini membuat sektor swasta enggan berinvestasi lebih jauh.

Baca juga: Transjakarta Bisa Hemat Rp 8 Miliar per Bulan jika Pakai Bus Listrik

Selain itu, biaya awal pengadaan bus listrik memang lebih tinggi dibandingkan bus konvensional berbahan bakar solar, bensin, atau gas. Tapi dalam jangka panjang, biaya operasional dan perawatannya lebih murah.

Sayangnya, keunggulan jangka panjang ini belum cukup mendorong percepatan adopsi.

Pemerintah pusat sebenarnya telah mencantumkan elektrifikasi bus dalam berbagai rencana strategis nasional. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan 10 persen angkutan umum perkotaan menggunakan bus listrik pada 2025.

Kementerian Perhubungan juga menetapkan target elektrifikasi 90 persen angkutan umum massal perkotaan pada 2030, dan 100 persen pada 2040, termasuk Mobil Penumpang Umum (MPU) pada 2045.

Namun, ITDP menilai target-target tersebut sulit tercapai jika tanpa kerangka regulasi yang jelas dan dukungan sistemik.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan menyeluruh, mulai dari pendanaan berkelanjutan, pembenahan tata kelola, hingga keterlibatan aktif pemerintah pusat dalam mengarahkan transisi yang adil dan merata.

Tanpa itu semua, program bus listrik hanya akan menjadi proyek FOMO (Fear of Missing Out), mahal, tidak terintegrasi, dan gagal menjawab tantangan mobilitas dan krisis iklim akibat polusi kendaraan.

Baca juga: Emisi Semen Berkurang lewat Elektrifikasi dan Teknologi Penangkap Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau