“Berdasarkan pengalaman saya di berbagai perusahaan, termasuk di Rekosistem, demografi paling besar yang melakukan pengelolaan sampah adalah perempuan, 60–70 persennya adalah perempuan,” katanya.
Menurut Angga, perempuan cenderung menjadi pengambil keputusan yang kuat dalam praktik keberlanjutan, terutama di tingkat rumah tangga. Karena itu, keterlibatan mereka sangat berpengaruh terhadap upaya pengurangan dan pengelolaan sampah.
Ia juga menekankan pentingnya peran komunitas dalam menciptakan perubahan. Salah satunya adalah Operasi Semut, komunitas yang melakukan aksi bersih-bersih sampah saat Car Free Day dan menyetorkan sampah ke waste station milik Rekosistem.
Contoh lainnya adalah komunitas lyfe with less, yang mendorong gaya hidup minimalis dan memperpanjang usia pakai barang sebagai bentuk konsumsi sadar lingkungan.
Baca juga: Dari Krisis ke Kesadaran, Perjalanan Slow Fashion Chynthia Suci Lestari
Di akhir diskusi, Didi menyampaikan bahwa ia menyadari belum banyak hal besar yang dilakukan untuk menciptakan perubahan yang lebih berdampak terhadap lingkungan, termasuk dalam hal hilirisasi sampah.
Namun ia percaya, langkah-langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten dan terus mendapatkan dukungan tetap dapat memberikan dampak berkelanjutan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya