Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Baru di Inggris, Furnitur dan Gadget Bekas Kian Diminati

Kompas.com, 18 Juli 2025, 17:18 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Data terbaru dari British Retail Consortium (BRC), yang didasarkan pada survei terhadap sejumlah dewasa di Inggris, menunjukkan adanya peningkatan pembelian barang bekas di tujuh dari sepuluh kategori yang diukur.

Melansir Edie, Jumat (18/7/2025) sebanyak 21 persen warga Inggris mengatakan telah membeli furnitur bekas dalam 12 bulan terakhir, naik dari 15 persen pada tahun sebelumnya.

Peningkatan popularitas serupa juga tercatat untuk perangkat elektronik kecil, seperti smartphone dan laptop, serta perangkat digital yang lebih besar seperti TV dan PC.

Pembelian furnitur bekas banyak dilakukan oleh kelompok usia antara 60 hingga 78 tahun.

Namun, secara keseluruhan, kelompok yang paling banyak membeli barang bekas adalah mereka yang berusia antara 18 hingga 27 tahun.

Baca juga: Dukung Ekonomi Sirkular, Lippo Malls Indonesia Perkuat Strategi Pengelolaan Sampah

Agar lebih banyak orang mau beli barang bekas, hasil riset BSI dan CISL menyarankan agar lembaga standar dan penjual barang bekas bekerja sama untuk meyakinkan pembeli tentang kebersihan, keamanan, dan kualitas barang yang dijual.

Saat survei BRC menanyakan tempat orang membeli barang bekas, jawabannya beragam.

Mulai dari pengecer fisik tradisional seperti Ikea dan Curry's, hingga platform penjualan kembali khusus seperti eBay dan Vinted, serta platform peer-to-peer alias dari orang ke orang langsung seperti Facebook Marketplace dan Gumtree.

Penasihat kebijakan keberlanjutan British Retail Consortium, Sophie De Salis, mengatakan bahwa masyarakat kini dimanjakan dengan pilihan dalam hal saluran untuk membeli barang.

"Sangat menyenangkan melihat begitu banyak orang, dari semua generasi, merangkul ekonomi sirkular. Barang bekas tidak lagi dipandang sebagai pilihan kedua. Ini telah menjadi pilihan utama untuk keberlanjutan, keterjangkauan harga, dan individualitas," katanya.

Lebih lanjut, kategori produk barang bekas yang paling populer adalah pakaian ukuran dewasa. Hampir setengah dari warga Inggris (43 persen) mengatakan bahwa mereka telah membeli satu atau lebih pakaian bekas dalam setahun terakhir.

Baca juga: Wujudkan Ekonomi Sirkular, Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik Diperlukan

Lalu sekitar sepertiga orang memilih sepatu bekas, dan seperlima orang membeli pakaian anak-anak bekas.

Namun proporsi pembeli yang memilih barang bekas di ketiga kategori fashion itu (pakaian ukuran dewasa, sepatu, dan pakaian anak-anak) memang sedikit menurun dari tahun ke tahun.

British Retail Consortium mengatakan bahwa hal ini bisa berarti pasar pakaian bekas saat ini sedang "jenuh"

Sebagian kecil orang juga mungkin memilih untuk tidak membeli pakaian sama sekali dalam beberapa bulan terakhir, terinspirasi oleh tren online seperti tantangan 'No Buy' atau 'Minimalism'.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau