KOMPAS.com - Seberapa banyak mikroplastik yang ada di makanan laut di piring kita?
Jawaban tidak pasti. Ini karena belum ada cara standar yang disepakati untuk mengukurnya dalam pemantauan makanan.
Karena tidak ada metode standar, sulit juga membandingkan hasil penelitian tentang mikroplastik di makanan laut, dan keandalan datanya pun dipertanyakan.
Kini, ilmuwan di Max Rubner-Institut akhirnya menyesuaikan metode analisis lingkungan untuk mengukur mikroplastik di makanan laut, meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dalam prosesnya.
Hasilnya, mereka menemukan cara baru untuk mendeteksi mikroplastik di makanan laut.
Mereka menggunakan enzim dan bahan kimia untuk melarutkan jaringan makanan laut, lalu memisahkan partikel plastik dari cairan dengan filtrasi tekanan.
Baca juga: Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
"Agar bisa menemukan mikroplastik di daging makanan laut, semua kandungan organik seperti karbohidrat, protein, lemak harus dibersihkan, tapi tanpa merusak partikel plastiknya," jelas Julia Süssmann dari Max Rubner-Institut dikutip dari Phys, Jumat (18/7/2025).
Untuk mengetahui jumlah plastik dalam sampel, peneliti menggunakan metode berbasis massa.
Caranya, sampel dipanaskan di lingkungan tanpa oksigen sampai jadi gas. Dari gas ini, ilmuwan bisa menghitung jumlah plastik, termasuk jenis seperti polietilen (PE) dan polipropilen (PP).
Peneliti juga menggunakan pewarna berpendar seperti Nile red agar partikel plastik kecil yang tak terlihat jadi menyala.
Agar tidak keliru dengan partikel alami misalnya dari udang atau tulang, mereka juga memakai pewarna kedua yang menekan pendaran bahan biologis tersebut.
Baca juga: Peneliti Temukan Mikroplastik pada Darah, Urine, dan Amnion Manusia
Dengan bantuan analisis gambar semi-otomatis, mikroplastik bisa dipastikan berbeda dari material alami. Ini memungkinkan kita mengetahui berapa banyak, seberapa besar, dan bagaimana bentuk partikel plastik di dalam suatu sampel.
Para ilmuwan mencoba pula menemukan nanoplastik (partikel plastik super kecil), tapi ini sangat sulit.
Nanoplastik cenderung menggumpal dan menempel di filter, plus sinyalnya tertutup oleh protein atau lemak dari makanan. Makanya, sampai sekarang, mendeteksi nanoplastik di makanan laut masih belum bisa dilakukan dengan pasti.
Topik mikroplastik ini rumit dan kita masih kurang data tentang bahayanya.
"Mikroplastik bukan masalah yang terbatas pada makanan laut. Dalam penelitian, kami telah menemukan bukti awal partikel plastik dalam susu, daging, telur, dan madu," tambahnya.
Federal Institute for Risk Assessment berpendapat bahwa mikroplastik dalam makanan kemungkinan besar tidak berbahaya bagi kesehatan manusia saat ini.
Namun, mereka menegaskan bahwa penelitian lebih lanjut tentang dampaknya pada tubuh dan cara penyerapan masih sangat diperlukan untuk penilaian ilmiah yang lebih lengkap.
Studi dipublikasikan di Analytical and Bioanalytical Chemistry, Journal of Consumer Protection and Food Safety, dan Food Control.
Baca juga: 568 Sarang Diteliti dan Terkuaklah, Banyak Anak Burung Mati Tercekik Plastik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya