“Ini untuk memastikan agar pengambilan air dengan pompa air tidak melebihi daya dukungnya,” jelasnya.
Kedua, mengombinasikan pompanisasi dengan teknologi irigasi hemat air, seperti sistem kering-basah (alternate wetting and drying) yang dipraktikkan di Jepang.
“Jepang juga memanfaatkan teknik wetting and drying untuk mendukung produktivitas, tetapi juga dilakukan dengan efisiensi air,” ujar Puji.
Ketiga, mengembangkan konservasi air hujan, seperti embung atau waduk kecil, agar air yang digunakan tidak semata-mata berasal dari bawah tanah.
Keempat, memberlakukan regulasi dan pembatasan penggunaan pompa, termasuk volume dan waktu pengambilan air, untuk mencegah eksploitasi air tanah secara tidak terkendali.
Kelima, memastikan bahwa teknologi ini inklusif dan dapat diakses oleh petani kecil, agar tidak menciptakan ketimpangan akses dan ketergantungan jangka panjang.
Menurut Puji, pompanisasi memang bisa mendorong produktivitas pertanian. Namun agar benar-benar menjadi solusi yang berkelanjutan, langkah ini harus dibarengi dengan pendekatan berbasis ekologi dan keadilan sosial dalam sistem pangan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya