Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 7 Agustus 2025, 14:54 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Skema pendanaan berbasis ekologis atau ecological fiscal transfer (EFT) menjadi salah satu jawaban atas penanganan krisis iklim di Indonesia, khususnya di level pemerintah daerah (pemda).

Kebutuhan pendanaan iklim di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp 343 triliun per tahun. Sementara, kontribusi APBN dan sumber pendanaan lain masih jauh dari mencukupi.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Ekologis (KMS-PE) Fitria Muslih menegaskan bahwa EFT dapat menjadi bagian dari skema untuk mengurangi emisi dengan memastikan kontribusi nyata terhadap pemenuhan pendanaan iklim, penciptaan lapangan kerja hijau (green jobs), dan ketahanan sosial-ekologis jangka panjang.

Diinisiasi oleh KMS-PE sejak 2017, EFT memiliki tiga skema pendanaan, yakni Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).

Menurut perhitungan Indonesia Development Insight, Indonesia sebenarnya punya potensi mendapatkan dana ekologis dari EFT sebesar Rp 10,2 triliun per tahun. Dana ini didapat dari 0,25 persen total belanja pemerintah pusat dan daerah. Hanya, penerapannya masih belum maksimal.

Hingga awal Agustus 2025, sudah ada 48 pemda yang telah mengadopsi EFT atau baru sekitar 8,9 persen dari total daerah di Indonesia dengan dana yang terkumpul sebesar Rp 529 miliar.

“Kami meyakini, jika EFT dijadikan sebagai mandatory, potensi dana yang akan dialokasikan bisa mencapai Rp 10,2 triliun per tahun, baik (pada level pemerintah) pusat maupun daerah. Angka ini setara dengan 1,3 persen terhadap total kebutuhan dana emisi pada 2030 yang mencapai Rp 4.000 triliun,” ujar Fitria di acara Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6 di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Baca juga: WWF: Kolaborasi UMKM dan Korporasi Jadi Kunci Akses Pendanaan Hijau

Oleh karena itu, lanjutnya, pada Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis tahun ini, KMS-PE mendorong penerbitan peraturan presiden (perpres) untuk mewajibkan penerapan EFT dalam kebijakan fiskal nasional. Beleid ini bisa menjadi bagian dari strategi pemenuhan pendanaan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

EFT jadi skema strategis pendanaan iklim

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono mengatakan, EFT menjadi salah satu skema strategis untuk menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pendanaan untuk program lingkungan hidup serta perlindungan ekologis.

“Apalagi, Presiden Prabowo Subianto juga meminta percepatan target penurunan emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) Indonesia yang tadinya 2060 menjadi 2050. Ini tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit,” ujar Diaz saat membuka Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Diaz Hendropriyono dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6 di Jakarta, Selasa (5/8/2025). KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Diaz Hendropriyono dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6 di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa pengembangan berbagai skema EFT tidak boleh terlepas dari tujuan utama, yakni memastikan setiap instrumen pendanaan hijau benar-benar memberikan dampak nyata terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok rentan dan komunitas penjaga ekologi.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto yang juga hadir dalam konferensi tersebut turut mengamini potensi EFT. Untuk memaksimalkan penatalaksaannya, dibutuhkan kolaborasi seluruh pihak, termasuk kepemimpinan kuat kepada daerah.

Menurut Bima, kepemimpinan hijau (green leadership) berperan besar dalam penguatan skema ini.

Green leadership kepala daerah bisa dibangun dengan kolaborasi bersama sektor swasta, penguatan ruang hijau dan konservasi ekonomi lokal, perubahan perilaku warga melalui kampanye dan edukasi politik, serta kebijakan tata kelola fiskal yang konsisten,” jelas Bima.

Wakil Menteri  Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6 di Jakarta, Selasa (5/8/2025)KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis Ke-6 di Jakarta, Selasa (5/8/2025)

Bima pun menyambut baik Green Leaders Forum (GLF) di Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis yang diadakan KMS-PE. Menurutnya, forum tahunan kepala daerah yang punya komitmen terhadap ekologi ini berperan besar untuk penguatan kolaborasi antarkepala daerah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Pemerintah
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Pemerintah
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Pemerintah
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
LSM/Figur
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
LSM/Figur
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau