JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga desa di Bali kini telah memiliki instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan total kapasitas 15,37 kilowatt peak (kWp) yang terpasang di empat lokasi.
Ketiga desa itu adalah Desa Banjarasem, Kabupaten Buleleng, Desa Baturinggit, Kabupaten Karangasem dan Desa Batununggul, Kecamatan Nusa Penida.
Pembangkit ini dipasang oleh Institute for Essentials Service Reform (IESR) dengan bantuan lembaga filantropi ViriyaENB.
“Infrastruktur ini menunjukkan bahwa energi surya bukan hanya soal listrik, tetapi juga memberi dampak langsung bagi kebutuhan dasar masyarakat mulai dari pelayanan publik, pendidikan, hingga akses air bersih,” ungkap CEO IESR, Fabby Tumiwa, dalam keterangannya, Rabu (27/8/2025).
Baca juga: RI Gandeng Perusahaan China untuk Bangun PLTS Berkapasitas 100 GW
Menurut dia, PLTS menjadi langkah awal menuju Bali emisi nol bersih pada 2045 yang telah dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali bersama koalisi masyarakat sipil sejak 2023. Fabby memerinci, di Desa Banjarasem terpasang PLTS berkapasitas 3,5 kWp dengan baterai 4,8 kWh.
Fasilitasnya dipusatkan di balai desa sebagai simbol pemanfaatan energi bersih untuk kegiatan masyarakat. Sementara, di Baturinggit PLTS dengan kapasitas sama digunakan untuk pompa masyarakat sehingga warga mendapatkan akses air bersih.
Sementara ini, pihaknya tengah memasang PLTS berkapasitas 5,95 kWp di kantor Kecamatan Nusa Penida untuk mendukung layanan administrasi publik. Terakhir, PLTS berkapasitas 2,46 kWp dipasang di SD Negeri 1 Batununggul.
“Teknologi PLTS semakin efisien dan murah, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat. Perawatannya sederhana, bahkan bisa bertahan hingga 25 tahun,” jelas Fabby.
“Dengan keunggulan ini, desa-desa di Bali bisa menjadi pionir transformasi dari konsumen energi menjadi produsen energi. Jika regulasi memungkinkan, suatu hari desa bahkan bisa menjual listrik surplus ke PLN,” imbuh dia.
Baca juga: Demi Capai Target Emisi, China Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Dia menilai, Nusa Penida bisa 100 persen memenuhi kebutuhan listrik dari energi terbarukan pada 2030 asalkan setiap rumah memasang panel surya. Karenanya, dukungan kebijakan dari pemerintah, investasi swasta, hingga partisipasi masyarakat sangat diperlukan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mengakui bahwa transisi energi tidaklah mudah. Masyarakat terlebih dahulu haris mengenali, memahami, menghitung manfaatnya, dan akhirnya memutuskan untuk beralih menggunakan energi terbarukan.
“Biasanya setelah satu keluarga mencoba, tetangganya pun akan penasaran dan tertarik. Dari situlah penggunaan energi terbarukan bisa semakin meluas,” ucap Indra.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya