JAKARTA, KOMPAS.com - PT PLN (Persero) belum lama ini mengusulkan tujuh poin pokok pada Revisi Undang-Undang (RUU) Ketenagalistrikan kepada Komisi XII DPR RI. Sebagaimana diketahui, saat ini DPR tengah membahas RUU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PT PLN, Yusuf Didi Setiarto, mengatakan salah satu poin yang ditekankan di RUU tersebut terkait transisi energi.
"Poin utama itu adalah bagaimana investasi yang sangat besar terkait transisi energi yang ada di RUPTL bisa dijalankan, kita butuh kerja sama. Ini yang harus bisa difasilitasi oleh Undang-Undang," ungkap Didi saat ditemui di kampus ITPLN, Jakarta Barat, Selasa (2/9/2025).
Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa usulan itu merupakan diskusi awal. Pihaknya bakal tetap mengikuti arahan dari pemerintah.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Meluas, DPR Dorong Pengesahan RUU EBT
"Jadi yang bisa kami bantu untuk memperkaya bahan dari pemerintah, ya kami akan membaikinya," ucap dia.
UU Ketenagalistrikan baru diharapkan bisa menjadi katalisator untuk merespons agenda besar transisi energi. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 PLN menargetkan penambahan pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) dengan porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 76 persen.
Didi menyebut, realisasi energi bersih itu membutuhkan biaya hingga 160 miliar dollar AS. Terlebih, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menelan biaya yang tak sedikit.
"Mulai dari pembangkitan, transmisi, sampai distribusi itu banyak duitnya. (Untuk investor) banyak sekali multinasional company yang siap untuk berkolaborasi," jelas Didi.
"Jadi tinggal kami memberikan kepastian hukum, memberikan hal-hal yang memang dibutuhkan oleh mitra kami, intinya dialog," imbuh dia.
Baca juga: Baterai Raksasa PLTA Cisokan untuk Simpan Listrik Bakal Beroperasi pada 2027
Diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, memaparkan proporsi EBT dalam RUPTL mencapai 42,6 GW (61 persen), penyimpanan 10,3 GW (15 persen), dan sisanya yakni 16,6 GW (24 persen) berasal dari pembangkit listrik tenaga fosil.
Rinciannya, kapasitas EBT terbagi atas PLTS sebesar 17,1 GW, PLTA sebesar 11,7 GW, PLTB sebesar 7,2 GW, PLTP sebesar 5,2 GW, bioenergi sebesar 0,9 GW, dan pengenalan PLTN sebesar 0,5 GW.
"Penambahan ini akan tersebar di Sumatera 9,5 GW, Jawa Madura Bali 19,6 GW, Sulawesi 7,7 GW, Kalimantan 3,5 GW, serta Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara 2,3 GW," tutur Bahlil.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya