KOMPAS.com - Suhu yang lebih tinggi akibat perubahan iklim menyebabkan peningkatan infeksi dengue di seluruh Asia dan Amerika.
Hal itu terungkap dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.
Studi tersebut menyatakan bahwa perubahan iklim bertanggung jawab atas sekitar 18 persen kasus dengue di 21 negara di Asia dan Amerika antara tahun 1995 dan 2014.
Dengue, yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti adalah penyakit yang ditularkan nyamuk.
Penyakit ini menimbulkan gejala seperti flu dan demam. Dalam kasus parah, dengue dapat berakibat fatal dengan gejala pendarahan dan kegagalan organ.
Melansir Down to Earth, Kamis (11/9/2025), studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa kenaikan suhu dan pola curah hujan yang tidak menentu akan menyebabkan nyamuk Aedes aegypti memperluas habitatnya ke daerah-daerah yang sebelumnya bukan endemik.
Baca juga: Perubahan Iklim Pengaruhi Kesehatan Ibu Hamil
Studi-studi tersebut memproyeksikan adanya peningkatan 25 persen dalam penyebaran dengue pada tahun 2050, terutama di Asia Tenggara, Afrika Sub-Sahara, dan beberapa bagian Amerika Selatan.
Namun, dalam penelitian baru ini merupakan pertama kalinya para ilmuwan memberikan bukti langsung bahwa iklim yang memanas berkontribusi pada peningkatan jumlah kasus dengue.
Para ilmuwan menyebutkan bahwa kasus-kasus ini berarti ada lebih dari 4,6 juta insiden dengue tambahan setiap tahunnya.
Mereka menambahkan, angka-angka ini merupakan perkiraan terendah (konservatif) karena belum mencakup wilayah-wilayah di mana infeksi terjadi sesekali atau laporannya kurang lengkap.
Para ilmuwan juga tidak menyertakan wilayah endemik yang besar, seperti India atau Afrika, di mana data rinci kurang atau tidak tersedia untuk publik.
Penelitian tersebut memperingatkan bahwa kasus dengue bisa melonjak lagi sebesar 49 persen hingga 76 persen pada pertengahan abad ini.
Kenaikan tersebut bergantung pada berbagai skenario pemanasan iklim dan tingkat emisi gas rumah kaca.
"Pada proyeksi tertinggi, angka kejadian dengue akan meningkat lebih dari dua kali lipat di banyak lokasi yang lebih dingin. Wilayah-wilayah ini, yang termasuk dalam negara-negara yang diteliti, sudah menjadi rumah bagi lebih dari 260 juta orang," kata para peneliti.
“Dampak suhu jauh lebih besar dari yang saya perkirakan. Bahkan perubahan suhu yang kecil pun dapat berdampak besar terhadap penularan demam berdarah, dan kita sudah melihat jejak pemanasan iklim,” ujar Marissa Childs, penulis utama dan asisten profesor kesehatan lingkungan di University of Washington.
Baca juga: Panas dan Kelembaban Ekstrem Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya