KOMPAS.com - Emisi karbon diosksida yang terus meningkat mengakibatkan es di Greenland dan Antarktika mulai meleleh.
Geo-engineering disebut mampu menghentikan kondisi tersebut, termasuk mencegah kenaikan permukaan laut yang signifikan.
Tetapi menurut sebuah tinjauan, ide mengenai geo-engineering tersebut tidak akan menjawab permasalahan pencairan tersebut.
Itu mengapa menurut Martin Siegert dari Universitas Exeter di Inggris mengatakan bahwa mempromosikan gagasan geo-engineering yang tidak berfungsi akan mengalihkan perhatian dari masalah utama.
"Ini justru menghambat apa yang seharusnya kita lakukan, yaitu dekarbonisasi," katanya, dikutip dari News Scientists, Selasa (9/9/2025).
Geo-engineering sendiri merupakan intervensi manusia skala besar dan sengaja pada sistem Bumi untuk melawan perubahan iklim.
Baca juga: Raksasa Antarktika Meleleh, Gunung Es Berusia 40 Tahun Akhirnya Hancur
Tujuannya adalah untuk mengurangi efek pemanasan global, baik dengan cara mengurangi jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan Bumi, atau dengan menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer.
Dalam studi ini Siegert dan rekan-rekannya mengevaluasi beberapa gagasan geo-engineering di wilayah kutub berdasarkan enam kriteria.
Enam kriteria itu adalah apakah ide itu akan berhasil, apakah bisa diterapkan dalam skala yang dibutuhkan dalam waktu yang masuk akal, apakah biayanya terjangkau, apakah negara-negara akan menyetujuinya dan dapat mempertahankan persetujuan itu selama puluhan tahun, apa saja risiko lingkungannya, dan apakah ide itu akan menciptakan harapan yang tidak realistis?
Lantas seperti apa ide-ide geo-engineering yang coba diterapkan untuk menyelamatkan Antarktika?
Di Antarktika, beberapa lapisan es berada di atas dasar laut dan mencair dari bagian bawah akibat air laut yang menghangat.
Salah satu ide yang diusulkan untuk menyelamatkannya adalah dengan membangun "tirai" yang sangat besar untuk menghentikan arus hangat agar tidak mencapai lapisan es tersebut dan rak-rak es terapung yang membantu melindunginya.
Steven Chown dari Monash University di Australia, yang merupakan salah satu anggota tim, mengatakan bahwa tidak jelas apakah ini akan membantu.
"Air hangat mungkin memang dialihkan dari satu rak es, tetapi pertanyaannya adalah ke mana air itu akan pergi? Bisa jadi air itu malah mengalir ke rak es di sebelahnya, menciptakan masalah yang berbeda," katanya.
Ide lain adalah menutupi permukaan Samudra Arktik dengan manik-manik kaca berongga yang sangat kecil untuk memantulkan lebih banyak panas matahari kembali ke luar angkasa dan mendinginkan wilayah tersebut.
Namun, Chown mengatakan itu bisa saja malah memberikan efek sebaliknya.
Untuk mempertahankan lapisan manik-manik kaca ini, diperlukan produksi 360 juta ton manik-manik kaca setiap tahun, jumlah yang setara dengan total produksi plastik global.
Baca juga: Wisatawan Melonjak, Ilmuwan Peringatkan Bahaya Polusi di Antartika
Sebuah proyek yang mencoba menguji ide ini dihentikan setelah uji laboratorium menunjukkan bahwa manik-manik tersebut beracun.
Kemudian, ada injeksi aerosol stratosfer yakni melepaskan zat seperti sulfur dioksida ke stratosfer untuk membentuk aerosol yang memantulkan sinar matahari.
Cara ini jauh lebih bermasalah jika diterapkan di wilayah kutub dibandingkan di tempat lain. Aerosol tidak bertahan lama di stratosfer kutub seperti di daerah tropis, misalnya, dan tidak banyak memberikan perbedaan selama musim dingin kutub yang gelap, atau di atas lapisan es atau salju yang sudah memantulkan cahaya.
Siegert berpendapat bahwa beberapa ide geo-engineering memang tidak akan bisa diterapkan pada skala global yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim, tidak peduli seberapa banyak penelitian yang dilakukan.
Jadi, alih-alih mencoba mencari cara untuk membuat ide tersebut berhasil, lebih baik fokus pada solusi yang lebih realistis.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya