Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan Bank Dunia: Perlindungan Alam Kunci Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan

Kompas.com, 15 September 2025, 15:15 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber ESG News

KOMPAS.com-Bank Dunia memperingatkan bahwa kemerosotan lingkungan atau kondisi yang membuat bumi menjadi kurang layak huni tidak hanya menjadi krisis iklim, melainkan juga penghambat utama pertumbuhan ekonomi.

Studi berjudul "Reboot Development: The Economics of a Livable Planet" ini menemukan bahwa 90 persen populasi global hidup di area dengan lahan rusak, udara tidak sehat, atau kelangkaan air.

Di negara-negara berpenghasilan rendah, delapan dari sepuluh orang bahkan tidak memiliki ketiga kondisi dasar tersebut.

Melansir ESG News, Jumat (12/9/2025) menurut laporan Bank Dunia kerugian ekonomi karena kemerosotan lingkungan ini sangat signifikan.

Misalnya saja, deforestasi mengganggu pola curah hujan, menyebabkan tanah kering, dan memperburuk kekeringan yang menelan biaya miliaran dolar setiap tahun.

Baca juga: Pariwisata Jadi Kontributor Pertumbuhan Ekonomi tapi Rentah Perubahan Iklim

Contoh lainnya, penggunaan pupuk nitrogen berlebihan menambah kerusakan, di mana kerugian ekosistem dan pertanian bisa mencapai 3,4 triliun dolar AS per tahun.

Sementara itu tanpa disadari, polusi udara dan air menurunkan produktivitas dan kemampuan berpikir, sehingga menghambat potensi manusia.

"Apabila negara-negara melakukan investasi yang tepat sekarang, sistem alam dapat dipulihkan, yang akan memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja," papar Axel van Trotsenburg, Direktur Pengelola Senior Bank Dunia.

"Laporan ini memberikan cara pandang baru terhadap tantangan lingkungan bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai kesempatan untuk pembangunan yang lebih cerdas," katanya lagi.

Kendati demikian, laporan menyoroti jalur yang jelas menuju ketahanan ekonomi.

Yang bisa dilakukan antara lain penggunaan sumber daya alam yang efisien mampu mengurangi polusi hingga setengahnya. Pemanfaatan nitrogen yang lebih bijak dapat memberikan keuntungan hingga 25 kali lipat dari biayanya, sekaligus memperbaiki hasil panen.

Sedangkan solusi sederhana seperti klorinasi air minum bisa menyelamatkan 25 persen anak-anak yang meninggal terlalu cepat karena penyakit dari air.

Selain itu, “pasar polusi” juga menawarkan manfaat yang sangat besar, dengan setiap investasi 1 dolar AS menghasilkan keuntungan antara 26 hingga 215 dolar AS.

Baca juga: Menjaga Hutan, Menggerakkan Ekonomi

Pasar polusi adalah sebuah sistem ekonomi yang dirancang untuk mengendalikan tingkat polusi dengan memberikan insentif finansial.

Lebih lanjut, temuan-temuan dalam laporan tersebut menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa kerusakan lingkungan itu mungkin terjadi.

Pelajaran dari negara-negara yang telah berhasil melakukannya setidaknya menunjukkan tiga hal penting. Pertama, alat-alat real-time seperti monitor polusi udara dan data satelit memberdayakan warga dan pembuat kebijakan.

Kedua, kebijakan akan bekerja paling baik jika terintegrasi di seluruh sektor untuk menghindari dampak yang tidak disengaja. Dan ketiga pemantauan rutin memastikan kebijakan tetap efektif dan bisa beradaptasi dengan kondisi yang berubah.

Akhirnya laporan tersebut menyimpulkan bahwa melindungi alam bukan hanya soal konservasi, melainkan sebuah investasi ekonomi strategis dengan imbal hasil yang tinggi untuk pertumbuhan, lapangan kerja, dan ketahanan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau