Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Melimpah, Hidup Susah: Cerita Sadiah Mentas dari Ironi Krisis Air di Tepian Kapuas

Kompas.com, 30 September 2025, 17:32 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Krisis air bersih masih dialami sebagian besar warga di salah satu desa di Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.

Desa ini terletak jauh dari pusat kabupaten. Untuk ke sana, perlu perjalanan darat sekitar dua jam. Lalu dilanjutkan menumpangi perahu kayu dengan membayar Rp 5.000 per orang.

Sepanjang perjalanan, tampak air Sungai Kapuas berkelir cokelat lengkap dengan jamban bekas dan beberapa perahu kayu milik warga.

Meski kualitas airnya jauh dari layak, mereka menggantungkan hidup pada sungai terpanjang di Indonesia itu untuk mandi, mencuci, serta keperluan sehari-hari.

Menurut salah satu warga bernama Sadiah, puluhan tahun warga setempat mengalami krisis air bersih.

Ironisnya, kondisi parah terjadi saat banjir melanda wilayah mereka. Air melimpah kala itu, tetapi tak jadi berkah, malah bencana.

Kendati pemerintah membantu mengalirkan air bersih, nyatanya ini tak cukup untuk menghidupi 700-an kepala keluarga di desa.

Baca juga: Laporan WMO: Sumber Air Dunia Terancam, Kekeringan dan Banjir Kian Parah

"Di sini juga kan kemarin ada juga yang saluran air bersih, cuma untuk menampung satu desa ini kayaknya enggak mampu. Cuma bagian-bagian sana saja yang depan. Jadi kami sebagian hilir hanya bisa memaanfaatkan air hujan ataupun air Kapuas," ungkap Sadiah saat ditemui di kediamannya, Jumat (26/9/2025).

Saking sulitnya air bersih, warga pun harus menempuh perjalanan jauh. Menurut Sadiah, mereka kerap mengambil air dengan wadah seadanya di kebun atau hutan.

"Kami bawa botol-botol untuk kami bawa air pulang ke rumah. Memang sulit kami enggak ada air bersih," jelas Sadiah.

Tak tinggal diam, perempuan berusia 44 tahun ini berupaya membangun mata air bersih dengan bantuan organisasi non pemerintah Wahana Visi Indonesia (WVI).

Sadiah juga menggandeng para tetangga untuk mengaliri air bersih dari mata air buatan ke enam lingkungan rukun tetangga di desa.

Pasalnya, hanya beberapa rumah yang bisa mendapatkan akses air bersih.

"Pas banjir kemarin, dari Wahana Visi dibagikan bubuk penjernih, kami itu berlomba-lomba ke desa sebelah untuk berbagi mengajak anak-anak untuk bagaimana cara mengolah air. Itulah air Kapuas yang kami olah," ucap dia.

Baca juga: Konsistennya Warga Badui Jaga Kawasan Hutan dan sumber mata air

Sementara itu, Manager Cluster Hulu Kapuas WVI, Margaretta Siregar, menyampaikan bahwa program penyediaan air bersih di desa kawasan Sekadau bermula ketika ada keluhan warga. Pihaknya kemudian bersepakat untuk membangun sumber air dengan sistem gravitasi pada 2025.

"Sistem gravitasi artinya sumber air berada di tempat yang lebih tinggi dari rumah penduduk/warga yg akan akses air dari jaringan tersebut. Sumber airnya dibendung, disalurkan melalui pipa, ditampung di menara air, lalu disalurkan ke rumah warga," ucap Margaretta.

Dia menyebutkan bahwa akan ada 160 rumah yang mendapatkan air bersih.

"Nanti kami akan menggunakan meteran air untuk memastikan penggunaan airnya terkontrol," ucap dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
Swasta
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Pemerintah
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau