KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Krisis air bersih masih dialami sebagian besar warga di salah satu desa di Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Desa ini terletak jauh dari pusat kabupaten. Untuk ke sana, perlu perjalanan darat sekitar dua jam. Lalu dilanjutkan menumpangi perahu kayu dengan membayar Rp 5.000 per orang.
Sepanjang perjalanan, tampak air Sungai Kapuas berkelir cokelat lengkap dengan jamban bekas dan beberapa perahu kayu milik warga.
Meski kualitas airnya jauh dari layak, mereka menggantungkan hidup pada sungai terpanjang di Indonesia itu untuk mandi, mencuci, serta keperluan sehari-hari.
Menurut salah satu warga bernama Sadiah, puluhan tahun warga setempat mengalami krisis air bersih.
Ironisnya, kondisi parah terjadi saat banjir melanda wilayah mereka. Air melimpah kala itu, tetapi tak jadi berkah, malah bencana.
Kendati pemerintah membantu mengalirkan air bersih, nyatanya ini tak cukup untuk menghidupi 700-an kepala keluarga di desa.
Baca juga: Laporan WMO: Sumber Air Dunia Terancam, Kekeringan dan Banjir Kian Parah
"Di sini juga kan kemarin ada juga yang saluran air bersih, cuma untuk menampung satu desa ini kayaknya enggak mampu. Cuma bagian-bagian sana saja yang depan. Jadi kami sebagian hilir hanya bisa memaanfaatkan air hujan ataupun air Kapuas," ungkap Sadiah saat ditemui di kediamannya, Jumat (26/9/2025).
Saking sulitnya air bersih, warga pun harus menempuh perjalanan jauh. Menurut Sadiah, mereka kerap mengambil air dengan wadah seadanya di kebun atau hutan.
"Kami bawa botol-botol untuk kami bawa air pulang ke rumah. Memang sulit kami enggak ada air bersih," jelas Sadiah.
Tak tinggal diam, perempuan berusia 44 tahun ini berupaya membangun mata air bersih dengan bantuan organisasi non pemerintah Wahana Visi Indonesia (WVI).
Sadiah juga menggandeng para tetangga untuk mengaliri air bersih dari mata air buatan ke enam lingkungan rukun tetangga di desa.
Pasalnya, hanya beberapa rumah yang bisa mendapatkan akses air bersih.
"Pas banjir kemarin, dari Wahana Visi dibagikan bubuk penjernih, kami itu berlomba-lomba ke desa sebelah untuk berbagi mengajak anak-anak untuk bagaimana cara mengolah air. Itulah air Kapuas yang kami olah," ucap dia.
Baca juga: Konsistennya Warga Badui Jaga Kawasan Hutan dan sumber mata air
Sementara itu, Manager Cluster Hulu Kapuas WVI, Margaretta Siregar, menyampaikan bahwa program penyediaan air bersih di desa kawasan Sekadau bermula ketika ada keluhan warga. Pihaknya kemudian bersepakat untuk membangun sumber air dengan sistem gravitasi pada 2025.
"Sistem gravitasi artinya sumber air berada di tempat yang lebih tinggi dari rumah penduduk/warga yg akan akses air dari jaringan tersebut. Sumber airnya dibendung, disalurkan melalui pipa, ditampung di menara air, lalu disalurkan ke rumah warga," ucap Margaretta.
Dia menyebutkan bahwa akan ada 160 rumah yang mendapatkan air bersih.
"Nanti kami akan menggunakan meteran air untuk memastikan penggunaan airnya terkontrol," ucap dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya