Oleh karena itu, keberlanjutan operasi tambang sangat bergantung pada dukungan masyarakat.
Konsep yang disebut social license to operate atau izin sosial untuk beroperasi menjadi prinsip utama.
“Operasi tambang tidak bisa jalan tanpa dukungan masyarakat. Kalau ada dampak negatif, kami perbaiki. Kalau bisa menciptakan dampak positif, kami libatkan masyarakat melalui program pemberdayaan,” kata Bachtiar.
Hingga kini, MDKA memiliki lebih dari 12.000 karyawan tetap dan sekitar 20.000 pekerja kontraktor yang tersebar di berbagai lokasi tambang.
Program pelatihan dan sosialisasi HAM terus digencarkan, meski penerapannya belum merata di seluruh lokasi.
“Kami prioritaskan dulu yang paling berisiko seperti petugas keamanan dan bagian hubungan masyarakat. Setelah itu baru ke seluruh karyawan,” kata Bachtiar.
Ke depan, perusahaan berencana memperluas cakupan pelatihan agar seluruh elemen bisnis memiliki pemahaman yang sama tentang penghormatan terhadap HAM.
“Karena ini sudah menjadi komitmen jangka panjang perusahaan, pengembangannya harus terus dilakukan,” kata dia.
Baca juga: Kepada Nikel Kami Berharap
Dengan pendekatan seperti itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk ingin membuktikan bahwa industri tambang tak selalu identik dengan kerusakan dan konflik.
Bagi Merdeka, keberhasilan bukan hanya soal hasil tambang, tetapi juga bagaimana menghormati dan melindungi manusia yang menjadi bagian dari prosesnya.
“Kami ingin tambang yang berdaya, bukan hanya secara ekonomi, tapi juga secara kemanusiaan,” ucap Bachtiar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya