“Anak muda perlu melihat bahwa aksi kecil mereka bisa berdampak nyata. Ketika komunitas mendukung, rasa tidak berdaya itu bisa berubah menjadi gerakan,” katanya.
Baca juga: Target Pertumbuhan 8 Persen di 2029, Pemerintah Andalkan Program 8+4+5
Faisal menegaskan, YSI 2025 bukan sekadar riset, melainkan alat ukur yang dapat digunakan secara berkelanjutan untuk menilai perubahan sikap dan perilaku anak muda terhadap lingkungan.
Indeks tersebut diharapkan dapat menjadi tolok ukur bagi pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil dalam merancang kebijakan atau program yang lebih relevan bagi generasi muda.
“Data ini bisa membantu mengidentifikasi area yang memerlukan dukungan tambahan atau intervensi edukatif sehingga dampak keberlanjutan bisa lebih luas dan terukur,” jelasnya.
Faisal menutup paparannya dengan refleksi filosofis. Ia menyinggung teori Gaya, yakni konsep yang memandang bumi sebagai entitas hidup yang dapat memulihkan diri serta relasi manusia dengan alam yang bersifat emosional dan spiritual.
“Pada akhirnya, sustainability bukan sekadar tentang aksi, melainkan tentang keterhubungan kembali dengan bumi. Dan generasi muda harus menjadi jembatan antara kesadaran dan tindakan nyata,” tegas Faisal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya