Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Cuma Ganggu Paru-paru, Polusi Udara Juga Bisa Picu Diabetes

Kompas.com, 14 Oktober 2025, 19:38 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Earth com

KOMPAS.com - Dampak polusi udara jauh lebih luas daripada sekadar masalah pernapasan.

Semakin banyak bukti yang menghubungkan udara kotor tidak hanya dengan penyakit jantung dan gangguan paru-paru, tetapi juga dengan penyakit metabolik serius, termasuk resistensi insulin dan diabetes tipe 2.

Kaitan antara polusi dan gangguan metabolik semakin diperjelas oleh penelitian baru dari University of Zurich dan Case Western Reserve University.

Studi ini menunjukkan cara polusi partikel halus dapat mengubah atau memengaruhi sistem metabolisme tubuh secara mendalam.

Hasil penelitian menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap partikel halus ini bisa mengubah fungsi lemak cokelat, yaitu organ yang bertanggung jawab membakar energi dan mengendalikan kadar gula darah. Perubahan ini mendorong tubuh menjadi rentan terhadap gangguan metabolik dan penyakit seperti diabetes.

Baca juga: PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024

Melansir Earth, Jumat (10/10/2025), dalam studi ini, tim peneliti fokus pada PM2.5, yaitu partikel mikroskopis di udara yang berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer. Partikel sekecil ini mampu menembus jauh ke dalam paru-paru dan berpotensi masuk ke sistem peredaran darah tubuh.

Partikel PM2.5 tersebar luas di banyak perkotaan yang berasal dari kepadatan lalu lintas, aktivitas industri, dan asap kebakaran hutan. Penelitian terbaru ini menguraikan mekanisme biologis yang menghubungkan paparan PM2.5 secara jangka panjang dengan peningkatan risiko diabetes, sekaligus mengidentifikasi target yang dapat dituju untuk tindakan pencegahan.

Peneliti mengatakan partikel halus polusi berpotensi mengubah mekanisme molekuler dalam lemak cokelat sehingga organ pembakar kalori tersebut menjadi kurang efektif dan mengalami peradangan.

Akibatnya, lemak cokelat kesulitan menjalankan fungsinya dalam mengatur kadar gula dan lemak dalam tubuh. Pergeseran ini mendorong sistem tubuh secara keseluruhan menuju resistensi insulin. Jadi, jelas udara bersih adalah kunci penting untuk kesehatan metabolik.

“Hasil riset kami memberikan penjelasan tentang mekanisme polutan lingkungan seperti PM2.5 dalam memicu resistensi insulin dan penyakit metabolik. Temuan ini juga mengarah pada target baru yang dapat dikembangkan untuk upaya pencegahan atau penanganan,” kata Francesco Paneni, ilmuwan University of Zurich.

Target intervensi tersebut terbagi menjadi dua level.

Level pertama adalah kebijakan, yaitu fokus pada upaya mengurangi paparan PM2.5 melalui standar kualitas udara yang lebih ketat, sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan, dan penanganan yang lebih baik terhadap asap kebakaran hutan.

Baca juga: Seminar Beyond Productivity, PPM Manajemen Dorong Kesehatan Mental di Ruang Kerja

Dengan menurunkan paparan PM2.5 pada tingkat populasi, beban penyakit metabolik yang dipicu oleh polusi udara diharapkan akan berkurang.

Level kedua adalah medis. Ini mencakup upaya mengembangkan metode pengobatan yang dapat melindungi program genetik lemak cokelat atau mengatur fungsi enzim HDAC9 dan KDM2B dalam situasi paparan polusi yang tidak dapat dihindari.

Pendekatan terapi seperti ini bukanlah pengganti pencegahan, tetapi dapat memitigasi atau mengurangi dampak buruk di lingkungan yang sangat tercemar.

Perlu dicatat pula, berbagai upaya gaya hidup yang diketahui dapat mengaktifkan lemak cokelat seperti olahraga teratur, tidur yang memadai, dan paparan suhu dingin yang aman juga dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit metabolik.

Namun, upaya ini tidak dapat menggantikan pentingnya memiliki udara yang bersih.

“Temuan kami membantu menjelaskan bagaimana polutan lingkungan seperti PM2.5 berkontribusi pada perkembangan resistensi insulin dan penyakit metabolik. Kami juga menawarkan target baru yang potensial untuk pencegahan atau pengobatan,” pungkas Paneni.

Studi ini dipublikasikan di jurnal JCI Insight.

Baca juga: Tekan Polusi Udara di Jakarta, DLH Semprotkan 4.000 Liter Water Mist

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau