Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Takut pada yang Gaib Bantu Cegah Kerusakan Lingkungan

Kompas.com, 26 Oktober 2025, 20:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sepanjang sejarah manusia, orang percaya bahwa alam memiliki roh.

Gunung bukan hanya sekedar bebatuan, tetapi memiliki penjaga. Seperti halnya juga sungai yang bukan hanya sekedar air namun memiliki dewa.

Itu mengapa di banyak budaya, merusak alam tidak hanya sembarangan tetapi tindakan berbahaya. Anda bisa membuat membuat entitas spiritual atau dewa yang kuat, yang pada akhirnya dapat membawa bencana atau hukuman.

Kisah-kisah tentang roh alam dan dewa sungai bukanlah sekadar hiburan atau dongeng, masyarakat benar-benar memercayainya.

Keyakinan yang mendalam inilah yang kemudian membentuk atau memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan tanah dan sumber daya alam.

Misalnya saja, jika seseorang percaya bahwa roh hutan sedang mengawasi, mereka akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan merusak, seperti menebang pohon.

Baca juga: Dari Konsumtif ke Produktif, Cara Membangun Budaya Keberlanjutan Sejak Dini

Namun sekarang situasinya berbeda. Lingkungan berada di bawah tekanan akibat aktivitas manusia termasuk eksploitasi berlebihan, penebangan habis-habisan, dan polusi.

Aturan yang ditetapkan pemerintah pun juga tidak selalu berhasil.

Tim peneliti di Jepang pun bertanya-tanya mungkinkan kepercayaan pada mitos bisa membantu melindungi lingkungan saat ini?

Melansir Earth, Kamis (23/10/2025), untuk menganalisis ide tentang bagaimana kepercayaan terhadap roh alam memengaruhi perilaku konservasi, tim peneliti menggunakan metode yang dikenal sebagai teori permainan evolusioner.

Teori ini adalah sebuah kerangka kerja untuk menentukan apakah keyakinan pada roh alam memberikan keuntungan yang cukup besar yaitu, melalui perlindungan lingkungan sehingga keyakinan tersebut dapat dipertahankan dan menyebar di antara anggota kelompok.

Model penelitian kemudian dirancang untuk melihat interaksi antara keyakinan dan tindakan lingkungan dengan mengukur tiga hal yakni seberapa kuat orang mempercayai hukuman gaib, seberapa banyak mereka menggunakan sumber daya alam, dan seberapa banyak sumber daya tersebut tersisa.

Hasil analisisnya menarik. Ketika orang-orang percaya mungkin ada konsekuensi spiritual karena memanfaatkan alam secara berlebihan, mereka cenderung menahan diri.

Hal itu memberi lingkungan kesempatan untuk pulih. Tetapi jika mereka berhenti percaya, rasa takut memudar, dan eksploitasi kembali.

Lebih lanjut, studi menemukan ada dua syarat agar kepercayaan pada hukuman gaib dapat memengaruhi dan mengatur perilaku manusia dalam melindungi lingkungan.

Pertama, orang perlu percaya bahwa hukuman itu cukup serius untuk menakut-nakuti mereka. Kedua, hukuman itu tidak boleh terlalu ekstrem sehingga terasa tidak masuk akal.

Jika kedua kondisi terpenuhi, keyakinan itu benar-benar dapat menyebar. Dan ketika itu terjadi, rasa takut akan hukuman supernatural berfungsi seperti sistem pengawasan mandiri, tanpa polisi, tanpa kamera. Hanya kisah, ingatan, dan budaya.

Baca juga: Lama Dilindungi Mitos, Bajing Albino Sangihe Kini Butuh Proteksi Tambahan

Tim peneliti menemukan bahwa kisah-kisah tentang roh atau dewa yang melindungi alam seringkali menarik dan orang-orang membagikannya.

Kisah-kisah ini diwariskan. Dan ketika para pemimpin yang dihormati mempercayainya atau setidaknya membicarakannya, orang lain cenderung mengikutinya.

Hal ini dapat sangat berguna di tempat-tempat dengan penegakan hukum yang terbatas tetapi budaya tradisional masih kuat. Alih-alih mencoba mengganti tradisi tersebut dengan aturan eksternal, pemerintah dan organisasi dapat bekerja sama dengan mereka.

Studi tersebut pun pada akhirnya menunjukkan bahwa konservasi bukan hanya tentang uang, hukum, atau teknologi. Ini juga tentang budaya. Kepercayaan dan kisah dapat membentuk apa yang dilakukan orang dan apa yang tidak mereka lakukan.

“Studi ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana masyarakat manusia dapat memiliki hubungan yang lebih harmonis dengan alam. Tidak hanya melalui regulasi atau teknologi, tetapi juga melalui kepercayaan dan budaya supernatural,” papar Dr. Shota Shibasaki, peneliti utama studi dari Universitas Doshisha di Jepang.

Studi dipublikasikan di jurnal Humanities and Social Sciences Communications.

Baca juga: Respons Putusan MK soal Izin Berkebun di Hutan, Kemenhut Siapkan SE Menteri

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau